Tax Amnesty Usai, Pengusaha Minta Reformasi Pajak Berlanjut

Katadata | Arief Kamaludin
Penulis: Rizky Alika
17/9/2018, 09.50 WIB

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menginginkan agar reformasi perpajakan tidak terbatas pada program pengampunan pajak (tax amnesty) saja. Pasalnya, terdapat berbagai kendala yang perlu dilanjutkan pembenahannya.

"Saya lihat ada keterbatasan resources di Kementerian Keuangan. Komitmennya bagus, tapi sumber daya manusia juga penting. Buat juga timeline agar tidak kehilangan momentumnya lagi," kata Ketua Apindo Hariyadi Sukamdani, di Jakarta, Jumat (14/9).

Pengusaha menginginkan pemerintah gerak cepat mendorong efisiensi perpajakan. Apindo menyebutkan, sistem pajak di beberapa sektor masih butuh perbaikan terutama properti, pariwisata, dan e-commerce.

Contoh kendala sektor properti, bagi seseorang yang hendak membeli rumah harus melakukan validasi pajak penghasilan (PPh) terlebih dulu. "Padahal, satu perusahaan dibatasi cuma lima nama untuk sehari. Jadi, mau berapa lama selesainya? Ini ratusan ribu pula kan rumahnya. Ini menghambat," ujar Hariyadi.

(Baca juga: Pajak Impor Naik, Bea Cukai Jamin Sistemnya Tak Bisa Dicurangi)

Apindo menyatakan, keresahan yang dirasakan para pengusaha sudah disampaikan kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Pertemuan sektoral di antara pemerintah dengan pengusaha sektor terkait perlu digelar untuk membahasnya.

Kemenkeu membagi sumber daya untuk masing-masing sektor usaha tersebut, yakni properti ditangani Ditjen Pajak, pariwisata oleh Badan Kebijakan Fiskal, sementara e-commerce oleh staf ahli menteri keuangan yang menangani kepatuhan pajak.

(Baca juga: Pajak Naik, Banyak Konsumen Tunda Pembelian Mobil Mewah)

Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Robert Pakpahan mengaku, pihaknya sedang fokus melakukan reformasi administrasi pajak dengan memperbaiki tata kelola dan standardiasai. "Kami persiapan pengadaan (sistem) cortex supaya lebih bagus cara kerjanya" tuturnya.

Selain itu, imbuh Robert, beberapa proses di dalam sistem perpajakan khususnya menyangkut teknis pemeriksaan juga dibenahi. Pembenahan tata kelola pemeriksaan merupakan hal penting mengingat banyak wajib pajak belum memahami hal ini.

Pendapatan Pajak

Reformasi perpajakan menjadi isu penting sejalan dengan besarnya kontribusi pajak terhadap pendapatan negara. Per Agustus tahun ini penerimaan negara tumbuh 18,4% secara year on year (yoy) menjadi Rp 1.152,7 triliun. Realisasi ini lantaran ada peningkatan di sisi penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan hibah.

(Baca juga: Penerimaan Pajak Lampaui Separuh Target, Kepatuhan WP Kuncinya)

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, penerimaan negara dari perpajakan mencapai Rp 907,5 triliun setara 56,1 dari target di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun ini.

"Pertumbuhan (penerimaan) perpajakan itu 16,5% sampai September ini. Tahun lalu, perpajakan tumbuh 9,5%. Sementara 2016 hanya 1,8%, hampir enggak tumbuh waktu itu," katanya, pekan lalu.

Pendapatan negara dari perpajakan itu terdiri dari penerimaan pajak sebesar Rp 799,5 triliun dan penerimaan bea cukai sebesar Rp 108,1 triliun. Untuk penerimaan hibah terealisasi Rp 5 triliun atau tumbuh hingga 274,3% dibandingkan dengan Agustus tahun lalu.

(Baca juga: Aset Repatriasi Berpotensi Keluar, Begini Sikap Pemerintah

Kenaikan pendapatan negara membuat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menyempit. Per Agustus tahun ini defisit anggaran Rp 150,7 triliun setara 1,02% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini lebih kecil dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu Rp 224,9 triliun atau 1,65% PDB.

Defisit APBN tetap ada mengingat pengeluaran belanja lebih besar daripada pendapatan. Realisasi belanja negara sebesar Rp 1.303,5 triliun atau tumbuh 8,8% (yoy). Porsi belanja pemerintah pusat sekitar Rp 802,2 triliun yang terdiri dari kementerian/lembaga Rp 441,8 triliun sedangkan nonkementerian/lembaga Rp 360,3 triliun.

Sementara itu, transfer ke daerah dan dana desa terealisasi Rp 501,3 triliun. Jumlah ini berasal dari transfer ke daerah sejumlah Rp 465,1 triliun dan dana desa senilai Rp 36,2 triliun.