Dorong Konversi Devisa Ekspor, Fasilitas Hedging Perlu Dikaji Ulang

Katadata/Arief Kamaludin
Seorang pengunjung sedang melihat-lihat produk kerajinan kulit di pameran perdagangan
Penulis: Rizky Alika
8/8/2018, 21.13 WIB

Para pengusaha berorientasi ekspor meminta Bank Indonesia (BI) memperbaiki besaran lindung nilai atau hedging. Hal ini bertujuan agar pelaku usaha tergiur menukarkan devisa hasil ekspor alias DHE berupa dolar AS menjadi rupiah dalam jumlah yang lebih banyak.

Sejumlah pebisnis menyatakan bahwa konversi DHE ke mata uang garuda justru dirasa merugikan mereka. Oleh karena itu, para eksportir meminta agar bank sentral menghitung ulang nilai hedging yang dianggap layak dari kacamata dunia usaha.

Sekjen Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Togar Sitanggang mengatakan, biaya hedging saat ini sebesar 5% masih dirasa terlalu tinggi. Saat ini, BI menerapkan biaya swap sekitar 5% untuk tenor sebulan dan 6% untuk tenor 6 bulan.

“Bank Indonesia harus memformulasikan ulang dan berbicara dengan bank nasional maupun bank devisa untuk melakukan perhitungan ulang nilai hedging yang tidak merugikan (pengusaha),” tuturnya di sela diskusi terkait DHE, Jakarta, Rabu (8/8).

(Baca juga: Pengusaha Menilai Pemerintah Akan Sulit Tarik Devisa Hasil Ekspor)

Senada, Ketua Gabungan Pengusaha Eksportir Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno mengutarakan, pemerintah perlu mencari cara supaya eksportir lebih tertarik mengkonversi dolarnya menjadi rupiah. Opsinya dengan mempermudah proses pembayaran, syarat, maupun besaran tarif hedging.

Halaman: