Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong mengatakan rendahnya pertumbuhan investasi di kuartal II dipengaruhi siklus politik dan gejolak nilai tukar mata uang rupiah. Kedua faktor ini membuat investor memilih menunggu kondisi lebih baik, sebelum merealisasikan rencana investasinya.
Badan Pusat Statistik telah merilis pertumbuhan investasi atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) kuartal II hanya sebesar 5,87%. Padahal, sepanjang tiga kuartal terakhir pertumbuhannya sudah di atas 7%, bahkan di kuartal I-2018 tercatat mencapai 7,95%.
Thomas mengatakan siklus politik menjelang pesta rakyat pemilihan umum (Pemilu), membuat investor menunggu dan melihat (wait and see) apa yang akan terjadi ke depannya. Ditambah lagi, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang sedang melemah.
"Coba pakai kacamata pengusaha. Kalau tidak yakin rupiah stabil kan lebih baik menunggu, siapa tahu (dolar Amerika Serikat menjadi) lebih murah," kata Thomas di Jakarta, Selasa (7/8). (Baca: Sri Mulyani Soroti Rendahnya Pertumbuhan Investasi Kuartal II)
Saat ini, pemerintah tengah berupaya berusaha menurunkan nilai tukar rupiah dan akan melakukan beberapa langkah perbaikan ekonomi. Salah satunya dengan memperketat dan memperluas kebijakan biodiesel yang mewajibkan penggunaan 20% bahan bakar nabati dalam campuran solar (B20), sehingga bisa menurunkan impor bahan bakar minyak (BBM)
Upaya memperbaiki kondisi perekonomian nasional ini diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan investor merealisasikan investasinya di Indonesia. Meski begitu, Thomas belum bisa memprediksi pertumbuhan investasi di kuartal III-tahun ini bisa kembali di angka 7% seperti sebelumnya. Alasannya kondisi perekonomian global masih belum menentu.
Pelemahan investasi sepanjang April hingga Juni 2018 juga menjadi sorotan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Meski pertumbuhan ekonomi kuartal II merupakan yang tertinggi sepanjang pemerintahan Jokowi-JK, tapi salah satu komponennya, yakni investasi malah melemah.
Dia mengatakan pemerintah akan mencermati penyebab tertekannya penanaman modal dalam pertumbuhan ekonomi. "Apakah karena ada libur panjang, jadi (kinerja) industri manufaktur rendah. Mungkin ini ada korelasinya," kata Sri. (Baca: Optimisme Pelaku Usaha Menurun pada Kuartal III 2018)
Bukan hanya investasi, Menteri Keuangan juga melihat pertumbuhan ekspor kuartal II lalu lebih kecil ketimbang impornya. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekspor kuartal II hanya 7,7%, sementara pertumbuhan impornya mencapai 15,1%. Menurutnya, pelemahan ekspor akan menimbulkan tekanan pada neraca pembayaran.