(Baca juga: Pajak Diramal Meleset Rp 73 Triliun, Penerimaan Terdongkrak Duit Migas)

Secara rinci, terdapat enam pokok penyempurnaan dalam UU PNBP yang baru. Pertama, penyempurnaan definisi dan ruang lingkup PNBP. Hal ini sekaligus untuk memperjelas perbedaan PNBP dengan pajak dan pungutan atau retribusi daerah.

Kedua, penyempurnaan pengelompokan objek PNBP menjadi enam klaster, yaitu pemanfaatan sumber daya alam, pelayanan, pengelolaan kekayaan negara dipisahkan, pengelolaan barang milik negara, pengelolaan dana, dan hak negara lainnya.

Ketiga, penyempuranaan mengenai pengaturan tarif PNBP. Pengaturan tarif dilakukan dengan mempertimbangkan dampak pengenaan tarif terhadap masyarakat, dunia usaha, pelestarian alam dan lingkungan, sosial budaya, serta aspek keadilan, termasuk pengaturan kebijakan pengenaan tarif sampai dengan nol rupiah atau 0% untuk kondisi tertentu. Pengawasan akan dilakukan oleh Menteri Keuangan dan Menteri/Pimpinan Lembaga dalam rangka pengelolaan PNBP.

Keempat, penyempuraan ketentuan mengenai penggunaan dana PNBP oleh instansi pengelola PNBP untuk unit-unit di lingkungan kerja dalam rangka peningkatan layanan.

Kelima, penyempuranaan ketentuan mengenai pemeriksaan PNBP; keberatan; keringanan berupa penundaan, pengangsuran, pengurangan, dan pembebasan; dan pengembalian PNBP. Sementara itu, ketentuan pidana berlaku bagi Wajib Bayar yang dengan sengaja tidak membayar atau menyampaikan laporan PNBP terutang yang tidak benar. Bentuk pidananya yaitu denda empat kali jumlah PNBP terutang dan pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 6 tahun.

Keenam, ketentuan peralihan ke UU PNBP baru. Penyelesaian hak dan kewajiban Wajib Bayar yang belum diselesaikan, diberikan jangka waktu paling lambat enam bulan sejak UU PNBP baru mulai berlaku untuk diselesaikan berdasarkan UU PNBP yang lama.

Halaman: