Negosiasi Indonesia dan Amerika Serikat (AS) hampir rampung dalam pertukaran data keuangan secara otomatis. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan proses negosiasi berjalan lancar dan diharapkan selesai dalam waktu dekat.
Saat ini, proses persiapan sedang dalam penyusunan dokumen kesepakatan dalam dua bahasa, yaitu bahasa Inggris dan Indonesia. "Pihak AS sedang meneliti dokumen agreement dalam bahasa Indonesia yang sudah kami siapkan, memastikan bahwa telah sesuai substansi yang telah disepakati," kata dia kepada Katadata.co.id, Kamis, (5/7).
Data yang akan diperoleh Indonesia mencakup saldo rekening pada akhir tahun dan penghasilan dari rekening tersebut. Data yang diterima tersebut, kata Yoga, tidak ada perbedaan dengan data yang diperoleh melalui program Automatic Exchange of Information (AEoI).
Periode penyampaian data dari Negeri Paman Sam tersebut disampaikan secara tahunan. (Baca juga: Amankan Pajak, Indonesia-AS Sepakat Bertukar Dokumen Transfer Pricing)
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan laporan data keuangan Warga Negara Indonesia (WNI) di AS menjadi penting karena Amerika berpotensi menjadi surga pajak baru.
"Selain itu, memang mereka berupaya menarik dana masuk ke sana," kata dia.
Namun demikian, ia menyatakan proses negosiasi cukup sulit karena Negeri Paman Sam lebih berkuasa dan sifatnya unilateral. Oleh karena itu, ia menilai kecil peluang untuk memperoleh data keuangan dari Amerika.
Sebagai informasi, Amerika memang tidak mengikuti skema AEoI atau pertukaran data keuangan secara kedua belah pihak seperti negara The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dan negara anggota G20 yang lain.
Namun, Amerika justru sudah menginisiasi skema The Foreign Account Tax Compliance Act (FATCA) pada tahun 2010 yang lebih awal dibandingkan AEoI.
FATCA merupakan perjanjian bilateral antara AS dengan negara-negara lain untuk mencari warga negara AS yang mengemplang pajak. Skema tersebut merupakan implementasi dari Undang-Undang Anti Pencucian Uang di Amerika beberapa tahun silam. Oleh karena itu, AS membuat perjanjian dengan negara-negara lainnya untuk menyetor data keuangan warganya, termasuk dengan Indonesia.
(Baca juga: Ditjen Pajak Segera Terima Data Keuangan WNI dari 79 Negara)