Tambahan subsidi listrik tahun lalu bermasalah. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan penambahan anggaran subsidi sebesar Rp 5,22 triliun ini tidak sesuai dengan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2017. Tambahan pembayaran subsidi ini juga dinilai tidak berdasarkan pertimbangan yang memadai.
“Di APBN tidak ada anggarannya, tapi ada pengeluaran sebesar Rp 5,22 triliun. Kenapa tidak dianggarkan subsidinya atas beban-beban yang lalu?” ujar Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara usai menyampaikan LHP kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Komplek Parlemen, Jakarta, Kamis (31/5).
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) mencatat realisasi belanja subsidi listrik tahun lalu sebesar Rp 50,59 triliun. Padahal anggaran yang dialokasikan hanya Rp 45,37 triliun. Artinya ada kelebihan sebesar Rp 5,22 triliun. Selisih ini merupakan pembayaran atas utang subsidi pada 2015.
(Baca: BPK Temukan 18 Permasalahan dalam Laporan Keuangan Pemerintah)
Mekanisme penambahan subsidi berdasarkan revisi keempat Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang ditetapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 28 Desember 2017. Pembayarannya dilakukan melalui 3 bank BUMN kepada Perusahaan Listrik Negara (PLN) pada 29 Desember tahun lalu. Rinciannya, melalui BRI sebesar Rp 2,6 triliun, Bank Mandiri Rp 1,3 triliun, dan BNI Rp 1,3 triliun.
Menurut BPK penambahan anggaran subsidi bukanlah wewenang Menteri Keuangan. Hal ini diatur dalam Undang-Undang APBN-P 2017 Pasal 16 dan 18. Penambahan anggaran harus meminta persetujuan DPR terlebih dahulu, sebelum Menteri Keuangan melakukan perubahan DIPA dan merealisasikannya.
Alasan pertimbangan penambahan subsidi untuk mengatasi permasalahan keuangan PLN pun dinilai tidak memadai. BPK menyatakan penambahan subsidi tidak akan menyelesaikan permasalahan keuangan yang dimaksud.
(Baca: Laporan Keuangan Pemerintah Terus Membaik, 90,9% Lembaga Dapat WTP)
Atas permasalahan ini, BPK merekomendasikan agar pemerintah bersama DPR mengatur mekanisme pertanggungjawaban atas penambahan subsidi di luar parameter yang ditetapkan. Menteri Keuangan sebagai wakil pemerintah menyatakan menerima rekomendasi ini. Pemerintah akan menindaklanjuti berkoordinasi dengan Badan Anggaran DPR dalam pembahasan RAPBN 2019.
Moermahadi mengatakan seharusnya DPR dan pemerintah mengalokasikan anggaran untuk pembayaran subsidi sebelumnya di dalam APBN berikutnya. "Karena kalau tidak, pembayaran itu dasarnya apa? Kan tidak ada di APBN," ujarnya.