Di sisi lain, Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan pinjaman lunak dari lembaga internasional seperti Bank Dunia (World Bank) dan Bank Pembangunan Asia (Asia Development Bank/ADB) maupun negara lain patut diupayakan. Meskipun, pinjaman tersebut sebetulnya untuk negara-negara ekonomi menengah ke bawah. “Tapi patut dicoba, dengan lobi-lobi barangkali bisa akses ke pinjaman lunak,” kata dia.

Adapun pinjaman lunak memiliki aspek positif dan negatif. Menurut dia, persyaratannya biasanya banyak meskipun bunga ringan, misalnya keharusan bahan baku diimpor dari negara pemberi pinjaman hingga penggunaan tenaga kerja dari negara tersebut. Persyaratan itu bisa jadi ganjalan untuk pemerintah mengambil pinjaman.

Selain itu, penggunaan pinjaman juga harus sesuai peruntukan dan akan diawasi secara ketat oleh peminjam. Ini berbeda dengan SBN yang tidak memiliki persyaratan ketat dan penggunaan dananya bebas ditentukan oleh pemerintah. Tapi, imbal hasilnya ditentukan pasar.

Saat ini, imbal hasil SBN diakui dalam tren kenaikan seiring pengetatan moneter di negara-negara maju. Namun, ia melihat potensi imbal hasil SBN kembali turun lantaran bank sentral AS tidak mengisyaratkan bakal ada kenaikan agresif bunga acuannya. “Harusnya rebound, enggak setinggi sekarang,” kata dia.

Untuk meningkatkan permintaan SBN, David menilai ada sumber-sumber dana domestik yang bisa didorong untuk masuk, misalnya dari dana pensiun, dana haji, asuransi, termasuk BPJS Kesehatan. Pemerintah juga bisa memperbanyak instrumen pembiayaan untuk menarik dana domestik dan asing, misalnya lewat penerbitan saving bonds.

Halaman: