Rupiah dan IHSG Anjlok, Jokowi Panggil Gubernur BI, OJK & Para Menteri

ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Presiden Joko Widodo (kiri) berbincang dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani ketika melakukan kunjungan kerja di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (4/7).
Editor: Yuliawati
26/4/2018, 16.45 WIB

Presiden Joko Widodo (Jokowi) Kamis (26/4) sore ini memanggil Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Keuangan Sri Mulyani, serta Menteri Badan Usaha Milik Negaa (BUMN) Rini Soemarno.

Pertemuan tersebut digelar di Istana Kepresidenan, Bogor setelah rapat terbatas mengenai Badan Pengelola Dana Haji selesai dirampungkan pukul 15.30 WIB. Agenda ini di luar jadwal Jokowi yang diumumkan kepada pers. 

Jokowi kemungkinan memanggil mereka terkait dengan pelemahan rupiah dan penurunan IHSG. Hingga kini, nilai tukar rupiah terus tertekan menyusul kenaikan imbal hasil (yield) surat berharga Amerika Serikat (AS) dan penguatan dolar AS.

 (Baca juga: IHSG Longsor, 10 Saham Ini Paling Banyak Dilepas Asing)

Mengutip Reuters, pada hari ini nilai kurs rupiah terhadap dolar sempat berada di Rp 13.910. Dolar semakin menguat terhadap rupiah yang sehari sebelumnya masih berada di Rp 13.890.

Sementara Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) longsor 2,81% ke level 5.909,19 poin. Investor asing melepas saham-saham berkapitalisasi pasar besar dengan total nilai penjualan bersih Rp 1,27 triliun.

IHSG sempat terjerembab dan menyentuh level 5.894,15 poin pada sesi kedua perdagangan hari ini. 

Sebelumnya, asosiasi pengusaha dan bankir menilai BI tak bisa terus menerus melakukan intervensi nilai tukar rupiah dengan mengguyur valas ke pasar. Sebab, langkah tersebut bisa menekan cadangan devisa.

(Baca juga: Kadin Harap Rupiah Terjaga di Level Rp 13.700 per Dolar AS)

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Hariyadi Sukamdani berpendapat, BI harus menaikkan suku bunga acuan BI 7 Days Repo Rate untuk meredam tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Dengan langkah itu, diharapkan aksi spekulasi juga bisa diredam. “Harus naik meskipun kenaikan tersebut akan berdampak pada pelambatan ekonomi,” kata Hariyadi di Jakarta, Rabu (25/4).

Adapun kenaikan imbal hasil surat berharga AS dan penguatan dolar AS terjadi seiring membaiknya data-data ekonomi di negara Paman Sam. Perbaikan ekonomi di negara tersebut memperbesar peluang kenaikan bunga acuan AS alias Fed Fund Rate lebih cepat dari ekspektasi. Alhasil, penempatan dana dalam aset berdenominasi dolar AS menjadi lebih menarik.

(Baca juga: Perkuat Rupiah, Pengusaha Hingga Bankir Dukung Kenaikan Bunga Acuan BI)