Direktur Senior Sovereign Ratings Standar & Poor's (S&P) Global Ratings Kim Eng Tan menyebut belum melihat potensi perubahan peringkat (rating) utang Indonesia dalam satu atau dua tahun ke depan. Kenaikan beban anggaran akibat bertambahnya subsidi energi tidak akan langsung berdampak pada rating.
“Kami tidak berharap rating akan turun atau naik dalam satu atau dua tahun ke depan,” kata Kim di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta, Selasa (13/3). Adapun tren perubahan rating akan dikomunikasikan melalui pergerakan proyeksi (outlook) rating. (Baca juga: Pemerintah Diperingatkan Kebijakan Harga BBM Ancam Rating Utang)
Menurut pantauan Kim, porsi untuk subsidi energi di era pemerintahan saat ini sudah menurun dibandingkan pemerintahan sebelumnya. Hal itu lantaran adanya perubahan cakupan subsidi. Jadi, tambahan pengeluaran untuk subsidi energi semestinya tidak melampaui tambahan pendapatan yang diterima pemerintah berkat kenaikan harga minyak.
Dengan demikian, defisit anggaran dipastikan tidak akan melebihi 3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). “Hal itu berarti, dalam jangka pendek, penurunan fiskal tidak akan membuat kerusakan besar pada rating,” kata dia. (Baca juga: Subsidi Solar Naik Rp 4,1 Triliun, Pemerintah Klaim Defisit APBN Aman)
Namun, menurut dia, tetap ada hal yang perlu diwaspadai. Ia mencermati, jika alokasi untuk subsidi energi berjumlah besar, maka harus ada alokasi lain yang dihemat dan biasanya terkait pengeluaran untuk infrastruktur. (Baca juga: Subsidi Energi Membesar, Ekonom Sebut Bakal Ada Pengetatan Anggaran)
“Hal itu bisa mengganggu rencana pemerintah dalam pembangunan infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang yang akan memberikan dampak terhadap rating,” ucapnya.
Di sisi lain, lembaga pemeringkat juga mempertimbangkan rasio utang pemerintah dalam analisis rating. Adapun Kim memahami kenaikan utang pemerintah bertujuan untuk pembangunan infrastruktur, yang beberapa di antaranya diakui bakal berdampak positif untuk perekonomian.
Adapun beban utang beberapa perusahaan pelat merah yang naik untuk membiayai proyek infrastruktur berpotensi masuk dalam perhitungan rasio utang pemerintah. Hal itu terjadi jika perusahaan bergantung pada pemerintah untuk membayar utang tersebut.
Saat ini, S&P masih menyematkan rating BBB- dengan outlook stabil untuk utang jangka panjang Indonesia. Rating tersebut masuk kategori layak investasi (investment grade) yang mencerminkan bahwa risiko gagal bayar utang relatif rendah.