Pelemahan nilai tukar rupiah masih terus beranjut. Nilai tukar rupiah menembus Rp 13.700 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (28/2). Level ini merupakan yang terlemah dalam dua tahun belakangan atau sejak Februari 2016.
Berdasarkan data kurs tengah Bank Indonesia (BI), nilai tukar rupiah berada di level 13.707 per dolar AS. Ini artinya, rupiah telah melemah 3,14% dari level terkuatnya sepanjang tahun ini yaitu 13.290 per dolar AS pada 25 Januari lalu. (BI Lihat Risiko Volatilitas Kurs Rupiah Menjelang Maret atau Juni)
Sementara itu, di pasar spot, mengacu pada data Bloomberg, rupiah dibuka di level 13.722 per dolar AS atau turun 0,31% dibandingkan level penutupan sehari sebelumnya. Saat berita ini ditulis, rupiah bergerak di rentang Rp 13.699-13.722 per dolar AS.
Nilai tukar rupiah melemah bersama mayoritas mata uang Asia lainnya yaitu ringgit Malaysia, rupe India, yuan Tiongkok, dolar Hong Kong, dolar Taiwan, dan won Korea Selatan. Adapun pelemahan won paling besar yaitu menembus 1%. Pelemahan seiring dengan kembali menguatnya dolar AS.
Sentimen positif terhadap dolar AS menguat setelah Gubernur bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), Jerome H. Powell menyatakan adanya kemungkinan kenaikan bunga dana alias Fed Fund Rate lebih cepat dari yang diantisipasi yaitu sebanyak tiga kali tahun ini. Hal itu seiring dengan perbaikan ekonomi di negara tersebut imbas pemangkasan pajak dan belanja pemerintah yang meningkat.
Meski begitu, sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo menyatakan volatilias nilai tukar rupiah dalam kondisi yang wajar sebab masih berkisar 7-8%. Adapun pelemahan masih terkait perkembangan di AS.
"Memang ada pengaruh dari kondisi di luar negeri, khususnya Amerika Serikat (AS)," kata Agus di Hotel Fairmont, Jakarta, Selasa (27/2). (Baca juga: Antisipasi Kenaikan Bunga AS, BI Tahan Bunga Acuan 4,25%)
Namun, Agus meyakinkan bahwa BI akan melakukan intervensi jika pergerakan nilai tukar rupiah tak sesuai nilai fundamentalnya. "Kalau misal ada kondisi karena persepsi atau karena tekanan tidak sesuai dengan fundamental, tentu BI akan hadir untuk menstabilkan," ucapnya.
Sebelumnya, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira memaparkan, membesarnya peluang kenaikan Fed Fund Rate membuat investor asing memilih menarik modalnya dari pasar modal domestik. Apalagi, kebijakan tersebut dikhawatirkan bakal diikuti bank sentral negara maju lainnya. “Imbas capital outflow ini yang membuat rupiah lesu,” kata dia.
Ia berharap BI segera melakukan langkah stabilisasi kurs agar pelemahannya tidak berlarut-larut dan mengganggu kinerja ekspor-impor, serta anggaran negara.