Pemerintah mencatat defisit anggaran negara tahun lalu sebesar Rp 345,8 triliun atau 2,57% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) per 30 Desember 2017. Realisasi tersebut lebih rendah Rp 51,4 triliun dari target yang sebesar Rp 397,2 triliun atau setara 2,92% terhadap PDB.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, realisasi defisit anggaran ini juga lebih rendah dari prediksi pemerintah yaitu 2,6-2,7% terhadap PDB. Seiring dengan kondisi tersebut, defisit keseimbangan primer juga lebih terkendali yaitu Rp 129,3 triliun, lebih rendah dari target Rp 178 triliun.
Dengan perkembangan anggaran tersebut, Sri Mulyani menyatakan rasio utang terjaga di kisaran yang aman. "Rasio utang Indonesia masih di bawah 30% (dari PDB)," kata Sri Mulyani saat Konferensi Pers di kantornya, Jakarta, Selasa (2/1). (Baca juga: Rating Kredit Indonesia Naik, BI Waspadai Rasio Beban Utang 170%)
Adapun defisit anggaran yang sebesar Rp 345,8 triliun terjadi lantaran realisasi penerimaan negara mencapai Rp 1.655,8 triliun atau 95,4% dari target, sedangkan belanja negara Rp 2.001,6 triliun atau hanya sekitar 93,8% dari target. (Baca juga: Jonan Harap Sri Mulyani Segera Bayar Utang Subsidi Pertamina Rp 40 T)
Defisit ditutup oleh beragam pembiayaan yang mencapai Rp 364,5 triliun. Rinciannya, utang Rp 426,1 triliun, investasi minus Rp 59,8 triliun, pemberian pinjaman minus Rp 1,2 triliun, kewajiban penjaminan Rp 1 triliun, dan pembiayaan lainnya Rp 400 miliar.
Secara rinci, penerimaan negara berasal dari perpajakan Rp 1.339,8 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp 308,4 triliun. "Itu per 30 Desember. Di 31 Desember kami masih mencatat ada penerimaan pajak Rp 4 triliun,” kata Sri Mulyani. Tambahan penerimaan tersebut dipastikan bakal menekan lebih jauh defisit anggaran 2017.
Di sisi lain, belanja negara terdiri dari belanja Kementerian dan Lembaga (K/L) Rp 759,6 triliun dan non K/L Rp 500 triliun. Selain itu, transfer ke daerah sebesar Rp 682,2 triliun dan dana desa Rp 59,8 triliun.