Penduduk Miskin Berkurang 1,19 Juta Orang, Terbanyak dalam 7 Tahun

Arief Kamaludin|KATADATA
Aktivitas warga di pemukiman padat penduduk Kampung Dao, Jakarta. Upaya pengentasan kemiskinan ekstrem di dunia lebih banyak didorong oleh kawasan Asia Timur dan Pasifik, terutama Cina, Indonesia, dan India.
Penulis: Michael Reily
Editor: Pingit Aria
2/1/2018, 15.55 WIB

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia per September 2017 sebanyak 26,58 juta orang atau sebesar 10,12% dari total populasi. Sedangkan pada enam bulan sebelumnya yaitu per Maret 2017, BPS mencatat ada 27,77 juta orang miskin atau atau 10,64% dari total populasi Indonesia.

Artinya, ada 1,19 juta orang yang terangkat dari garis kemiskinan sejak Maret 2017. “Ini juga merupakan penurunan tertinggi selama 7 tahun terakhir,” kata Kepala BPS Suhariyanto di kantornya, Selasa (2/1).

Pria yang akrab disapa Kecuk ini menyatakan ada tiga faktor yang menyebabkan penurunan jumlah penduduk miskin pada periode tersebut. Pertama, inflasi periode Maret-September 2017 hanya sebesar 1,45%.

Kecuk menilai pemerintah berhasil mengendalikan gejolak harga komoditas pangan. “Sehingga, laju kenaikan garis kemiskinan bisa ditekan dan daya beli masyarakat bisa terbantu,” ujarnya.

(Baca juga:  Pemerintah Siapkan 281 Ribu Agen untuk Bantuan Pangan Non-Tunai)

Kedua, berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), program Beras Sejahtera (Rastra) bisa disalurkan kepada sekitar 30% rumah tangga. "Salah satu faktor juga adalah penyaluran kepada rumah tangga penerima manfaat," ujar pria yang akrab dipanggil Kecuk.

Terakhir, pada periode yang sama, kenaikan upah nominal harian buruh tani 1,5% dan buruh bangunan 0,78%, serta peningkatan upah riil buruh tani sebesar 1,05%, meski upah riil buruh bangunan menurun 0,66%. "Banyak faktor yang saling berkaitan untuk mengentaskan tingkat kemiskinan di Indonesia," kata Kecuk.

Dilihat per daerah, BPS juga mengungkapkan, prosentase penduduk miskin paling tinggi di Maluku dan Papua, yakni 21,23% dengan jumlah 1,52 juta orang. Sementara yang paling kecil prosentasenya  ada di Pulau Kalimantan dengan prosentase 6,18% atau 980 ribu penduduk.

Hanya, Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Sairi Hasbullah menjelaskan, pemerintah tidak boleh mengabaikan penduduk miskin paling banyak di Pulau Jawa yang mencapai 13,94 juta orang, meski prosentasenya hanya sebesar 9,38%. "Kalau ingin memperbaiki angka kemiskinan, Maluku dan Papua diperbaiki dan Jawa juga jadi fokus di lapisan bawah, terutama peningkatan pendapatan petani dan buruh," tutur Sairi.

(Baca juga: SKB Empat Menteri Terbit, Rp 18 Triliun Dikucurkan untuk Pekerja Desa)

Dari 34 provinsi, tercatat 18 provinsi berada di bawah prosentase nasional 10,12% dengan DKI Jakarta yang paling rendah sebesar 3,78%. Sedangkan 14 provinsi masih di atasnya termasuk dengan provinsi Papua masih memiliki kemiskinan tertinggi dengan 27,76%. Namun, secara keseluruhan, 26 provinsi mengalami penurunan prosentase penduduk miskin.

BPS juga mencatat indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan mengalami penurunan, sejalan dengan berkurangnya penduduk miskin. Indeks kedalaman kemiskinan turun dari 1,83 pada Maret 2017 menjadi 1,79 pada September 2017. Sedangkan, indeks keparahan kemiskinan pun turun dari 0,48 menjadi 0,46 pada periode yang sama.

Penghitungan penduduk miskin itu mengacu kepada batas penghasilan per kapita per bulan. Sejak September 2016, penghasilan penduduk yang menjadi batas garis kemiskinan yakni Rp 361.990 per kapita per bulan.

Sebagai patokan untuk menilai tingkat kemiskinan, BPS juga menilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi  termamsuk padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu.

Selain itu, untuk pengeluaran nonmakanan dihitung kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar nonmakanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan.

Reporter: Michael Reily