Jokowi Dorong Modernisasi Sistem Pajak untuk Cegah Penggelapan

Laily Rachev (Biro Pers Setpres)
Presiden Joko Widodo saat mengunjungi kantor pusat Ditjen Pajak, Jakarta, September 2016.
20/6/2017, 20.43 WIB

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan Kementerian Keuangan serta Direktorat Jenderal Pajak untuk membangun sistem informasi perpajakan yang lebih modern dan komprehensif. Sistem tersebut diharapkan mampu mencegah praktik penghindaran dan penggelapan pajak yang masih kerap terjadi.

Modernisasi sistem pajak juga bermanfaat untuk meningkatkan rasio pajak serta mendorong kepatuhan masyarakat membayar pajak secara sukarela. Apalagi, salah satu poin penting reformasi perpajakan yang sudah dicanangkan pemerintah adalah modernisasi sistem pajak.

(Baca: Sri Mulyani: Lapor Saldo Rp 1 Miliar Tak Otomatis Jadi Objek Pajak)

Jokowi melihat, berakhirnya masa pengampunan pajak (tax amnesty) dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki basis data pajak. “Saya minta momentum ini dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk membangun sistem informasi perpajakan yang terintegratif,” katanya saat membuka rapat terbatas mengenai modernisasi sistem pajak di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (20/6).

Namun, Presiden mengingatkan agar Kemenkeu dan Direktorat Jenderal Pajak dapat membangun sistem pajak yang lebih handal, terintegrasi, dan lebih sederhana. "Tidak terlalu rumit atau bahkan berbelit-belit." (Baca: Pajak Bisa Intip Rekening WNI di Tiongkok, Menyusul Swiss dan Makau)

Di sisi lain, Jokowi juga menyatakan, perbaikan sistem data pajak sangat mendesak lantaran 139 negara termasuk Indonesia telah berkomitmen dalam pertukaran informasi keuangan secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEoI) terkait perpajakan.

Sebagai tindak lanjutnya, sebanyak 90 negara telah menandatangani perjanjian Multilateral Competent Authority Agreement. Indonesia juga telah merespons melalui penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi untuk Kepentingan Perpajakan.

“Oleh sebab itu Ditjen Pajak perlu menyiapkan sistem pengolahan data dan informasi yang akurat,” kata Jokowi. (Baca: Buka Data Rekening WNI, Pemerintah Jajaki Kerja Sama dengan Uni Eropa)

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekankan, kebijakan pemerintah yang mewajibkan lembaga keuangan menyetorkan data nasabah kepada Ditjen Pajak bukan bertujuan untuk menjadikan tabungan nasabah sebagai objek pajak tambahan. Kebijakan itu untuk melengkapi basis data perpajakan.

“Ini bukan berarti kalau mereka saldo dilaporkan otomatis adalah objek pajak. Karena kami kumpulkan data ini dalam rangka untuk perbaiki data basis pajak kami," kata Sri Mulyani beberapa hari lalu.