Sri Mulyani: Investasi dan Ekspor Jadi Penggerak Ekonomi 2017

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Yura Syahrul
9/5/2017, 15.11 WIB

Meski begitu, Sri Mulyani melihat masih ada risiko dari ketidakpastian kebijakan di negara-negara maju. Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, misalnya, yang akan menerapkan proteksionisme terhadap perdagangan. Kebijakan semacam ini bisa memicu risiko perlambatan ekonomi dunia, yang saat ini diproyeksi meningkat dari 3,4 persen menjadi 3,5 persen.

Jika melihat pencapaian ekonomi pada kuartal I-2017, Sri Mulyani melihat pertumbuhan setiap indikator ekonomi sudah lebih merata. Meski dia mengakui adanya penurunan tipis konsumsi rumah tangga dari 4,97 persen pada kuartal I-2016 menjadi 4,93 persen di periode sama tahun ini.

Namun, ke depan, dia yakin konsumsi tumah tangga akan membaik terutama menjelang Ramadan dan Lebaran. Apalagi berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), sudah terjadi deflasi sehingga semestinya harga barang seperti pangan tidak meningkat.

Pertumbuhan ekonomi dari sisi konsumsi pemerintah selama tiga bulan pertama tahun ini memang melambat yaitu 2,71 persen dari kuartal I-2016 sebesar 3,43 persen. Meski menurun, belanja modal tumbuh 15,75 persen.

(Baca: Lampaui Proyeksi, Pertumbuhan Ekonomi Kuartal I Capai 5,01 Persen)

Ia menyatakan, belanja pemerintah justru lebih baik dibandingkan tahun lalu. Secara nilai memang sama, namun kecepatan penyerapannya membaik pada Kuartal I-2017. "Jadi tahun ini bukan jumlah anggaran tapi kecepatan penyerapan. Kami lihat kuartal I cukup baik, tidak terlalu buruk," tutur Sri Mulyani.

Ke depan, dia optimistis kondisinya akan semakin membaik. Hal ini sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menginginkan memacu belanja modal untuk kegiatan produktif.

Karena itu, Sri Mulyani menegaskan, tidak ada rencana pemotongan anggaran seperti tahun lalu. Kalau pun ada perubahan, hal tersebut terkait dengan pengalihan anggaran dari belanja barang ke belanja yang bersifat produktif.

Halaman: