Pemerintah menilai Skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) merupakan salah satu solusi tepat dalam pembangunan infrastruktur. Skema ini juga merupakan cara yang tepat mengurangi beban Anggaran Pendapatan Nelanja Negara (APBN) ditengah perlambatan ekonomi global.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan skema KPBU sebenarnya sudah diperkenalkan pemerintah sejak tahun 2005 silam. Namun, skema ini baru dikembangkan lagi dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015.
Dia menganggap, skema ini harus digunakan dan terus dikembangkan. Ini penting dalam rangka mengejar ketertinggalan pembangunan infrastruktur di Indonesia, yang sebesar 1,3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) per tahun. (Baca: Pemerintah Klaim Berhasil Memulai Proyek Kerja Sama dengan Swasta)
Satu hal yang terpenting dalam penerapan skema KPBU ini adalah pembiayaan pembangunan yang tidak terlalu mengandalkan anggaran negara. Swasta juga berperan bukan hanya dalam hal pembiayaan hingga pembangunan. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2015-2019, kebutuhan dana untuk membiayai proyek infrastruktur mencapai Rp 4.796 triliun. Sementara kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara hanya Rp 1.500 triliun.
Masalahnya, belum tentu swasta juga mau membangun proyek-proyek infrastruktur ini. Makanya, skema KPBU menjadi sangat penting. Selain dapat mengurangi beban APBN, skema ini juga dianggap bisa memudahkan dan membuat swasta tertarik membangun infrastruktur.
"Saat keuangan pemerintah tidak mampu memenuhi. Bahkan di negara maju sekalipun tidak seutuhnya dilakukan pemerintah. Maka pembangunan infrastruktur dengan mobilisasi swasta itu sudah dikenal sejak sangat lama," ujar Sri dalam acara Indonesia PPP Day 2016 ”Innovative Fiscal Support for Better Public Services” di Hotel Westin, Jakarta, Kamis (24/11).
Untuk mendukung penerapan KPBU, Kementerian Keuangan telah melakukan inovasi pembiayaan dengan menyediakan berbagai fasilitas penyiapan proyek, dukungan kelayakan, dan penjaminan infrastruktur. Kemenkeu juga mengenalkan skema pengembalian investasi, salah satunya dengan skema pembayaran berdasarkan ketersediaan layanan atau Availability Payment (AP). Swasta tak perlu lagi khawatir dengan risiko permintaan (demand risk), karena ada kepastian pengembalian investasi.
(Baca: Pemerintah Tawarkan 8 Proyek Infrastruktur Besar ke Asing)
Meski demikian, Sri mengaku, masih menyayangkan dalam 10 tahun terakhir, tercatat baru sembilan proyek yang menggunakan skema KPBU. Proyek tersebut yaitu, proyek PLTU Batang 2x1000 MW, Palapa Ring Paket Barat, Palapa Ring Paket Tengah, Palapa Ring Paket Timur, Spam Umbulan, Tol Manado-Bitung, Tol Balikpapan-Samarinda, Tol Batang-Semarang, dan Tol Pandaan-Malang. Dengan total investasi sebesar Rp 81,79 triliun.
Dari Sembilan proyek ini belum ada satu pun yang memasuki tahap konstruksi. Hingga saat ini proyek-proyek tersebut baru masuk pada tahap kepastian pendanaan atau financial close. "Saya ingin yang sembilan itu financial close dan itu benar-benar dieksekusi. Jadi, bukan setelah financial close menjadi benar-benar closed," ujar Sri.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Robert Pakpahan mengatakan skema ini bukanlah strategi pemerintah untuk menunggalkan kewajiban dalam pembangunan infrastruktur. Namun, dengan adanya skema ini menjadikan pembangunan infrastruktur di Indonesia menjadi lebih cepat, efektif, dan efisien.
"Ini model yang sukses dan mendukung kita untuk ke depannya. Kami apresiasi komitmen PJPK selaku penyedia proyek dan kami juga sangat apresiasi swasta dalam kerjaaama proyek KPBU di Indonesia," ujarnya.
(Baca: Beri Kemudahan, Menkeu Dorong Swasta Garap Infrastruktur)