Dua Tahun Jokowi-JK, Kadin Minta Pemerintah Fokus 3 Poin Utama

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Miftah Ardhian
17/10/2016, 17.15 WIB

Dua tahun masa pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) ternyata masih menyimpan banyak pekerjaan rumah yang belum diselesaikan. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyatakan setidaknya terdapat tiga poin utama permasalahan yang harus diselesaikan oleh pemerintah.

Ketua Umum Kadin Rosan P. Roeslani mengapresiasi komitmen pemerintah untuk menggenjot pemerataan pembangunan di seluruh Indonesia. Kemudian meningkatkan geliat perekonomian melalui peningkatan daya saing industri dalam negeri.

Meski begitu, ada tiga poin permasalahan yang menghambat upaya tersebut. Ketiga hal ini kerap ditemui pengusaha atau pelaku industri dalam menjalankan bisnisnya, terutama saat akan menginvestasikan dananya. Makanya, kata Rosan, pemerintah harus bisa menyelesaikan ketiga permasalahan ini.

"Ketiga poin ini jika bisa diperbaiki, maka saya pastikan daya saing industri kita akan melompat," ujar Rosan usai acara penandatanganan nota kesepahaman dengan BPJS Ketenagakerjaan, di Menara Kadin, Jakarta, Senin (17/10). (Baca: Investasi Terlewati Vietnam, Pemerintah Mesti Percepat Deregulasi)

Pertama, pemberantasan korupsi, termasuk pungutan liar (pungli). Pengusaha menilai korupsi merupakan penyebab utama turunnya daya saing usaha Indonesia. Kadin Indonesia meminta pemerintah berani memberikan sanksi tegas yang bisa memberikan efek jera kepada para koruptor atau pelaku pungli.

Kedua, terkait permasalahan birokrasi dan perizinan yang masih rumit. Pemerintah harus bisa menyederhanakan proses perizinan, terutama di daerah. Rosan mencontohkan saat ini untuk membangun hotel saja harus mengurus izin restoran, penyediaan air minum, dan instalasi listrik. Kemudian berbagai izin lain yang bisa membuat biaya yang harus dikeluarkan pengusaha membengkak.

Selain penyederhanaan izin, Kadin Indonesia juga meminta agar Peraturan Daerah (Perda) yang bisa menghambat investasi untuk dihapus. Jika memang tidak terlalu diperlukan dan tidak menimbulkan bahaya, harusnya tidak perlu izin yang berlebihan. (Baca: Pemerintah Akan Bawa Perda yang Persulit Bisnis ke Proses Hukum)

Ketiga, masih rendahnya ketersediaan infrastruktur di dalam negeri. Saat ini pemerintah memang sedang mempercepat dan mengalokasikan dana cukup besar dalam pembangunan infrastruktur. Menurut Rosan, butuh terobosan-terobosan agar pembangunan ini bisa berjalan. Apalagi di tengah perekonomian global dan Indonesia yang sedang lemah.

Percepatan pembanguan infrastruktur tidak bisa hanya mengandalkan anggaran negara. Makanya, pemerintah harus bisa mengajak swasta untuk bekerja sama. Kebutuhan dana untuk pembangunan ini juga bisa dilakukan dengan menjual aset-aset infrastruktur komersial kepada swasta.

Kadin Indonesia menyarankan pemerintah seharusnya bisa lebih fokus membangun infrastruktur seperti pembangkit listrik, jalan tol, bandara, pelabuhan, dan sebagainya. Setelah pembangunannya selesai, infrastruktur tersebut dijual lagi. Bisa dijual langsung fisiknya atau dalam bentuk sekuritisasi. Sehingga tidak perlu pengelolaannya dipegang oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dana hasil penjualan bisa digunakan untuk pembangunan infrastruktur baru.

"Tugas BUMN juga bukan nyari keuntungan sebanyak-banyaknya. Tapi memberikan pelayanan ke masyarakat, seperti listrik dan jalan. Jadi, jual, bikin lagi, selesai, jual lagi," ujar Rosan.

Dia juga mengapresiasi implementasi 13 paket kebijakan pemerintah merupakan terobosan yang baik untuk menggerakkan perekonomian. Namun dia juga paham, dampaknya tidak bisa dirasakan langsung oleh industri. Bahkan ada beberapa kebijakan yang dampaknya baru akan terasa setelah 3-4 tahun.

(Baca: 13 Paket Kebijakan Belum Efektif, Industri Semakin Melambat)