Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan akan mengejar penerimaan pajak dari setiap transaksi keuangan yang terjadi di jaringan Internet. Hal ini bagian dari upaya menggenjot penerimaan pajak tahun ini, yang realisasinya masih rendah.

Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi mengatakan, pemilik akun media sosial yang mendapat penghasilan dari setiap pesannya (posting), wajib membayar pajak penghasilan (PPh). Begitupun dengan orang yang memperdagangkan barang lewat media sosial dan situs jual-beli online

Dia mencontohkan salah satu akun Instagram artis atau akun lain yang biasa disebut selebgram. Mereka biasanya mendapat penghasilan dari setiap posting-an yang disponsorinya tersebut. Begitu pula dengan pemilik akun media sosial lain, seperti buzzer di Twitter.

Target lainnya adalah orang-orang yang memperdagangkan barangnya di akun Facebook dan akun media sosial lain. Kemudian bisnis online melalui internet lainnya. “Pajak itu prinsipnya, kalau sudah untung ya bayar (pajaknya). Kalau enggak (untung), ya enggak (bayar),” kata Ken di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Jakarta, Rabu malam (12/10).

Ditjen Pajak akan menyurati pemilik akun dan wajib pajak yang terbukti mendapat penghasilan dari internet. Ken mengaku hal ini tidaklah sulit, karena banyak yang sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Data ini akan terhubung dan langsung masuk ke pangkalan data Ditjen Pajak.

Perputaran uang yang terjadi di bisnis online ini cukup besar. Ditjen Pajak memperkirakan potensi penerimaan pajak yang bisa masuk ke kas negara dari bisnis ini mencapai US$ 1,2 miliar atau setara dengan Rp 15,6 triliun.

Ken juga mempersilakan para pemilik akun dan pebisnis online untuk ikut program pengampunan pajak (tax amnesty). Tebusannya bisa mengacu pada tarif deklarasi dalam negeri ataupun tarif usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Langkah mengejar setoran pajak dari kegiatan ekonomi yang terjadi dalam dunia maya ini merupakan salah satu upaya Direktorat Jenderal Pajak menggenjot penerimaan perpajakan. Apalagi hingga bulan lalu realisasi penerimaannya masih cukup rendah.  

Total penerimaan pajak yang terkumpul di Ditjen Pajak hingga akhir September lalu mencapai Rp 896,1 triliun. Dari jumlah itu, sekitar Rp 97 triliun disumbang dari uang tebusan program tax amnesty. Artinya, realisasi penerimaan pajak tanpa tax amnesty masih lebih rendah dibandingkan periode sama tahun lalu yang mencapai Rp 800,9 triliun.

"Jadi angkanya tidak jauh beda tanpa tax amnesty, ini risikonya. Padahal kami targetkan (penerimaan pajak) tumbuh 35 persen," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani.