Didominasi Harta Dalam Negeri, Tax Amnesty Tembus Rp 1.000 Triliun

Arief Kamaludin | Katadata
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Yura Syahrul
20/9/2016, 10.04 WIB

Jumlah penyertaan harta program pengampunan pajak atau amnesti pajak (tax amnesty) telah mencapai Rp 1.013 triliun per Selasa pagi (20/9) ini. Jumlahnya sudah 25 persen dari target pemerintah sebesar Rp 4.000 triliun, dan bakal terus naik signifikan menjelang berakhirnya periode pertama program tersebut bulan ini.

Jika dicatat sejak awal September ini, harta yang diikutsertakan dalam amnesti pajak mencapai Rp 864,1 triliun. Jumlahnya menunjukkan kenaikan signifikan dibandingkan sejak berjalannya amnesti pajak 18 Juli hingga akhir Agustus lalu yang hanya sebesar Rp 148,9 triliun. Berarti, jumlahnya melonjak hampir lima kali lipat hanya dalam kurun 20 hari terakhir bulan ini.

Lonjakan nilai penyertaan harta itu sejalan dengan kenaikan Surat Penyertaan Harta (SPH). Jumlahnya per 20 September ini mencapai 66,8 ribu SPH, melonjak tiga kali lipat dari akhir Agustus lalu yang masih sebanyak 22,2 ribu SPH. (Baca: Sri Mulyani: Hubungi Saya Jika Ada yang Halangi Ikut Tax Amnesty)

Namun, tembusnya jumlah penyertaan harta amnesti pajak hingga Rp 1.013 triliun ini lebih didominasi oleh deklarasi harta di dalam negeri. Direktorat Jenderal Pajak mencatat, deklarasi harta bersih di dalam negeri mencapai Rp 705 triliun, atau sekitar 70 persen dari total penyertaan harta.

Sedangkan deklarasi harta bersih luar negeri sekitar 25 persen atau sebesar Rp 253 triliun. Dari jumlah itu, nilai repatriasi aset dari luar negeri Rp 55,1 triliun. Artinya, cuma 5 persen dari total penyertaan harta amnesti pajak. Padahal, Kementerian Keuangan pernah memperkirakan jumlah repatriasi dana selama 9 bulan program tersebut bisa mencapai Rp 1.000 triliun.  

Alhasil, pemerintah telah menghimpun uang tebusan yang dibayarkan peserta pengampunan pajak sebesar Rp 24 triliun. Jumlahnya baru sekitar 14 persen dari target program ini yang dipatok pemerintah sebesar Rp 165 triliun. Sedangkan berdasarkan surat setoran pajak (SSP) yang diterima mencapai Rp 32,1 triliun. Nilai ini mencakup pembayaran tebusan amnesti pajak, tunggakan pajak, dan penghentian pemeriksaan bukti permulaan.

(Baca: Akhir September, Ditjen Pajak Yakin Uang Tebusan Rp 40 Triliun Lebih)

Direktur Eksekutif Center of Indonesia Taxation and Analysis (CITA) Yustinus Prastowo melihat, antusiasime masyarakat mengikuti amnesti pajak mulai meningkat pada September ini. Sebab, masyarakat memang memburu amnesti pajak dengan tarif rendah pada periode pertama yang berakhir September ini.

Sekadar informasi, program amnesti berlaku sejak 18 Juli lalu hingga 31 Maret 2017. Program ini terbagi atas tiga periode masing-masing selama tiga bulan. Bagi yang merepatriasi atau melaporkan hartanya di dalam negeri dan melaporkan hartanya di luar negeri pada periode pertama (18 Juli-30 September 2016) dikenakan tarif masing-masing dua persen dan empat persen dari nilai harta. Tarif tebusannya semakin meningkat pada periode kedua dan ketiga.

Menurut Prastowo, sosialisasi program amnesti pajak masih belum merata. Aturan teknis terkait program ini juga terlambat diterbitkan.Karena itu, pemerintah perlu menerbitkan aturan baru guna memperpanjang program amnesti tahap pertama. (Baca: Jegal Tax Amnesty, Singapura Berdalih Cuma Cek Dana Mencurigakan)

Dia mengusulkan, periode pertama bisa diperpanjang hingga akhir November nanti, sedangkan dua tahap berikutnya dikurangi jatah waktunya menjadi masing-masing hanya dua bulan masing-masing. Dengan begitu, program ini tetap berakhir pada 31 Maret 2017.

“Alasan (perpanjangan tahap pertama) supaya bisa dipastikan (uang tebusan) masuk di 2016 dan membantu anggaran 2016,” kata Prastowo kepada Katadata, Senin (20/9).

Namun, sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah menyatakan, pemerintah tidak bisa memperpanjang masa periode pertama amnesti pajak. Alasannya, Undang-Undang Pengampunan Pajak telah mengatur secara jelas bahwa periode pertama program tersebut berakhir 30 September 2016. “Saya tidak bisa mengubah UU yang sudah disepakati dengan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat),” katanya.