Pemerintah Yakin RUU Tax Amnesty Diketok Pekan Depan

ARIEF KAMALUDIN | KATADATA
Penulis: Desy Setyowati
17/6/2016, 17.53 WIB

Pemerintah menargetkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak selesai pekan depan. Dengan demikian, potensi penerimaan dari aturan tax amnesty yang diprediksi mencapai Rp 165 triliun ini bisa masuk dalam  Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2016.

Adapun RAPBN-P 2016 itu diharapkan selesai pada 28 Juni 2016. “Semoga minggu depan jadi titik akhir perjalanan panjang UU Tax Amnesty. Kami ingin disahkan sebelum UU RAPBN-P 2016,” kata Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro dalam acara CEO Gathering Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) di Jakarta, Jumat, 17 Juni 2016. (Baca: RUU Tax Amnesty Tinggal Bahas Masa Berlaku dan Tarif Tebusan).

Pada kesempatan itu, Bambang meyakinkan pengusaha untuk mengikuti pengampunan pajak guna mendorong pertumbuhan ekonomi. Sekarang, situasi global tak mampu membantu ekonomi tumbuh lebih baik. Kondisi ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya yang terbantu oleh harga komoditas yang tinggi dan kebijakan moneter Amerika Serikat melaui quantitative easing (QE).

Bambang hendak berkaca pada pengalaman Malaysia saat mengalami krisis finansial Asia 1998. Saat itu, Malaysia satu-satunya negara -dari yang terkena dampak krisis- yang tidak meminjam pada Dana Moneter Internasional (Internasional Monetary Fund/IMF). (Baca: Pemerintah dan DPR Masih Alot Bahas Tarif dan Periode Tax Amnesty)

Sebab, ketika itu pengusahanya membawa uang atau aset di luar negeri kembali ke Negeri Jiran tersebut. Modal masuk (capital inflow) pun mengalir dengan deras. Maka dari itu, ia berharap pengusaha Indonesia mau melakukan hal serupa untuk mendukung perekonomian Tanah Air.

Menurut Bambang, dalam pembahasan beleid yang masih berjalan di DPR, pemerintah mengusulkan perpanjangan periode tax amnesty dari enam bulan menjadi sembilan bulan. Dengan demikian, kalau diterapkan per Juli maka berlaku hingga Maret 2017. (Baca: Jadi Andalan APBN-P 2016, UU Tax Amnesty Sulit Rampung Juni Ini)

Selain waktu pengampunan, ganjalan terakhir dalam pembahasa di Panitia Kerja DPR yakni terkait tarif tebusan. Bagi yang mau menarik kekayannya ke Indonesia atau repatriasi aset akan dikenakan tarif rendah. Sedangkan bagi yang hanya mendeklarasikan asetnya di luar negeri maka tarif yang dikenakan lebih besar, dengan jarak cukup lebar dari tarif yang merepatriasi. Sayangnya, hingga saat ini belum ada keputusan mengenai besaran tarifnya.

Kami pikir 2 dan 4 persen untuk periode pertama, tapi masih usulan belum ada putusan karena dibicarakan dengan DPR,” ujar Bambang.

Dalam pertemuan itu, Bambang juga meyakinkan para pengusaha bahwa data yang masuk tidak disebarluaskan. Di dalam draf UU Tax Amnesty, ada dua pasal yang menjamin kerahasian data. Pertama, pihak yang membocorkan data, terutama petugas pajak, akan dikenai sanksi pidana. Kedua, data tersebut tidak bisa dipakai sebagai bukti permulaan untuk penyelidikan, penyidikan, atau apapun terkait kasus hukum. UU ini hanya mengampuni pelanggaran atau pidana pajak.

Untuk memperlancar penerapan tax amnesty, disiapkan sekitar 330 kantor pelayanan pajak (KPP), termasuk kantor pajak di luar negeri. Tahapannya, pembayar pajak yang mengajukan insentif ini mengisi sendiri formulir terkait daftar aset yang ingin dilaporkan atau direpatriasi. Untuk beberapa jenis aset, perlu dilampirkan dokumen pendukungnya. Kemudian akan dilakukan verifikasi terkait administrasi saja.

Kemudian dihitung besaran uang tebusan yang harus dibayarkan. Setelah  uang tebusan dibayarkan, pada batas waktu tertentu surat tax ammesty akan dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan. (Lihat pula: Tax Amnesty dan Keresahan Lapangan Banteng).