Penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) dan sejumlah bahan pangan kebutuhan pokok berperan besar terhadap terjadinya deflasi pada April lalu. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat deflasi April 2016 sebesar 0,45 persen dibanding bulan sebelumnya. Ini merupakan deflasi terbesar sejak tahun 1999.
Kepala BPS Suryamin menjelaskan, deflasi terjadi karena adanya penurunan harga pada beberapa indeks kelompok pengeluaran. Indeks kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar turun 0,13 persen. Hal ini didukung oleh penurunan harga bensin sebesar 6,612 persen, yang memberi andil terhadap angka deflasi sebesar 0,24 persen. Tarif Dasar Listrik (TDL) juga menurun 1,62 persen dengan andil dan bobot masing-masing 0,05 persen dan 3,28 persen.
Sedangkan indeks harga kelompok bahan makanan dan kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan masing-masing turun 0,94 persen dan 1,60 persen. tarif angkutan dalam kota menurun 0,74 persen dengan andil 0,02 persen. Ini sejalan dengan instruksi pemerintah agar tarif angkutan turun mengikuti harga BBM. Tarif angkutan udara juga turun 2,67 persen.
Suryamin merinci, kelompok bahan makanan yang mengalami penurunan harga antara lain, cabai merah sebesar 25,41 persen dengan andil 0,18 persen dan beras 1,47 persen dengan andil 0,07 persen. Harga daging ayam ras dan telur ayam ras juga turun masing-masing 3,04 persen dan 3,24 persen.
(Baca: Berkat Harga BBM Turun, BI Prediksi April Deflasi 0,3 Persen)
Sedangkan kelompok pengeluaran yang mengalami inflasi, yaitu kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau 0,35 persen; dan kelompok sandang 0.22 persen. Lalu, kelompok kesehatan 0,31 persen; dan kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga 0,03 persen.
Alhasil, berdasarkan komponen pembentuknya, harga yang bergejolak (volatile food) mengalami deflasi 1,04 persen. Begitu pula dengan komponen harga yang diatur pemerintah (administered price) deflasi 1,7 persen. Namun, komponen inti masih mencatatkan inflasi 0,15 persen. "Ini (deflasi April 2016) menunjukkan perkembangan harga komoditas bahan pokok terkendali," kata Suryamin dalam konferensi pers BPS di Jakarta, Senin (2/5).
(Baca: Inflasi Pada Maret Akibat Kenaikan Harga Bahan Pangan)
Pencapaian deflasi tersebut jauh di atas perkiraan berbagai pihak. Sebelumnya, Direktur Eksekutif Kebijakan Ekonomi Moneter Bank Indonesia Juda Agung memperkirakan penurunan harga BBM akan berdampak terhadap penurunan harga barang-barang. Di sisi lain, harga komoditas pangan tidak ada yang naik secara signifikan. “Saya kira ini sudah stabilisasi. April bisa deflasi 0,3 persen,” katanya Kamis (21/4) dua pekan lalu.
Selain itu, para ekonom juga menyoroti rendahnya angka inflasi hingga April lalu. Tingkat inflasi tahun kalender (Januari–April) 2016 sebesar 0,16 persen, sementara secara tahun ke tahun (year on year) 3,6 persen. Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual memperkirakan deflasi pada April lalu sebesar 0,3 persen. "Saya perkirakan malah deflasi karena pergeseran musim tanam ujung-ujungnya musim panen juga bergeser. Apalagi administered price diturunkan," katanya kepada Katadata.
Sementara itu, ekonom Development Bank of Singapore (DBS) Gundy Cahyadi semula memproyeksikan inflasi tahunan per April lalu sebesar 4,3 persen. Sedangkan inflasi inti year on year diprediksi sebesar 3,5 persen, yang di atas realisasinya mencapai 3,41 persen.
(Baca: BPS Meramal Deflasi dan Harga Barang Turun Selama 3 Bulan)
Di tempat terpisah, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmon Nasution mengatakan, deflasi yang terjadi pada April lalu itu sejalan dengan target perekonomian. Secara tahunan, pemerintah memasang target inflasi berkisar 3-4 persen sepanjang tahun ini. Namun, angka deflasi ini tidak bisa dikaitkan dengan kenaikan daya beli masyarakat. "Jadi kalau inflasi, apalagi bulanan itu bicara saja harga-harga. Jangan tarik jauh kemana-mana karena akan memaksaakan analisis,” katanya.