Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak atau tax amnesty tinggal selangkah lagi disahkan Dewan Perwakilan Rakyat. Dewan mulai membahasnya dalam masa sidang kedua kali ini. Walau sebagian besar pengusaha mendukung rencana tersebut, ada pula yang khawatir atas kepastian hukum penerapan kebijakan ini. Juga, terkait kerahasiaan data yang akan disetor ke pemerintah.
Menanggapi hal itu, Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi menjamin data yang disampaikan pemohon pengampunan tidak akan digunakan untuk menelusuri pidana lainnya. Nantinya, yang dijadikan sebagai objek pajak dalam hal ini terkait penghasilan yang digunakan untuk konsumsi atau investasi. Termasuk di dalamnya gratifikasi.
Hal itu terkait dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) pasal 4. Sementara gratifikasi juga masuk kategori Tindak Pidana Pencucian Uang. Namun, terkait tax amnesty, data yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak ini tidak bisa digunakan untuk pidana lainnya. Baik sebagai bukti awal penyelidikan, penyidikan, ataupun penuntutan pidana. (Baca: Bertemu Jokowi, DPR Janjikan RUU Tax Amnesty Rampung Bulan Ini).
Apalagi, akhir dua pekan lalu Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro telah meneken Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 55/PMK.03/2016 tentang Tata Cara Permintaan Penghentian Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan untuk Kepentingan Negara. Dalam aturan tersebut, pemerintah membuka peluang bagi wajib pajak yang sedang dalam proses penyidikan pidana pajak untuk mengajukan permohonan penghentian penyidikan melalui menteri keuangan setelah melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar.
PMK ini memang bertujuan untuk kepentingan penerimaan negara. Karenanya, Menteri Keuangan dapat mengajukan permintaan penghentian penyidikan kepada Jaksa Agung atas tindak pidana di bidang perpajakan. Permohonan kepada Menteri Keuangan dapat dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan tindak pidana atau oleh kuasa atau pegawai dari wajib pajak yang terkait dengannya. (Baca juga: Meski Alot, Komisi XI DPR Akhirnya Bersedia Bahas RUU Tax Amnesty).
Tetapi, Ken tidak menjamin data tersebut tiak diserahkan kepada lembaga lain. Terutama ketika hakim memutuskan untuk membukanya saat proses pengadilan wajib pajak yang bersangkutan. “Kalau ditemukan di luar, misalnya Komisi Pemberantasan Korupsi, Kejaksaan, pas menyelidiki orang bersangkutan, kalau hakim memutuskan untuk dilihat datanya, silahkan,” kata Ken di kompleks Dewan Perwakilan Rakyat, Jakarta, Selasa, 19 April 2016.
Sementara itu, perwakilan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Harun mengatakan hingga saat ini belum ada kepastian hukum bahwa permohonan pengampunan pajak akan langsung disetujui. Ia khawatir ketika pengusaha sudah memberitahukan semua asetnya, Direketorat Pajak tidak menyetujuinya. “Ibarat orang sudah telanjang, baru dikasih tahu dikabulkan atau tidak. Menurut saya langsung saja disetujui,” ujar dia saat Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Komisi XI. (Baca: Tax Amnesty Diduga Picu Tiga Jebakan Moral).
Karena itu, perwakilan Kadin lainnya, Bambang Sungkono, menyatakan enggan menarik dananya di luar negeri dengan mengikuti tax amnesty. Dia tak yakin dengan kepastian hukum kebijakan ini. Tetapi dia membenarkan data perbankan akan terbuka pada 2017 dan 2018 ketika ada pertukaran informasi secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEoI) terkait perpajakan. Namun pedagang itu pintar, kata dia. “Uang dicabut dari bank untuk beli emas atau properti, dan yang lainnya,” ujarnya.