KATADATA - Setelah tekanan inflasi sebesar 0,51 persen pada Januari lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bulan Februari kembali terjadi deflasi sebesar 0,09 persen. Ini sesuai dengan perkiraan Bank Indonesia (BI), namun berbeda dari ekonom yang meramalkan inflasi masih terus berlanjut. Penyebabnya adalah penurunan harga pangan dan tarif listrik.
Kepala BPS Suryamin menyatakan, Februari 2016 merupakan deflasi yang kedua kali sejak tahun 2010. Tahun lalu, deflasi juga terjadi pada Februari sebesar 0,36 persen. Dengan begitu, inflasi secara tahun kalender (Januari-Februari 2016) sebesar 0,42 persen. Berbeda dengan periode sama tahun lalu yang deflasi 0,61 persen. Sedangkan secara tahunan (year on year) inflasi sebesar 4,42 persen.
Dua kelompok pengeluaran yang memberikan kontribusi terbesar terjadinya deflasi pada Februari lalu adalah kelompok bahan makanan dan kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar, yaitu masing-masing 0,12 persen dan 0,11 persen. Kelompok bahan makanan mengalami deflasi 0,58 persen dan kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar sebesar 0,45 persen. Penurunan harga BBM jenis Premium dan Pertamax pada 5 Februari lalu memang berkontribusi 0,04 persen terhadap deflasi.
Sedangkan kelompok pengeluaran yang mengalami inflasi, antara lain kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau 0,63 persen; dan kelompok sandang 0,64 persen. "Pada Februari TDL (tarif dasar listrik) pasca bayar dan prabayar 300 VA turun 3,59 persen. Ini berandil negatif 0,14 persen dengan bobot 3,37 persen (terhadap deflasi), yang hampir menyamai beras," kata Suryamin dalam konferensi pers BPS, Jakarta, Selasa (1/3).
(Baca: Harga Pangan Turun, Inflasi Februari Diperkirakan Rendah)
Sementara itu, beberapa komoditas yang mengalami penurunan harga pada Februari 2016, adalah tarif listrik, bawang merah, daging ayam ras, bensin, telur ayam ras, cabai rawit, bahan bakar rumahtangga, dan tarif angkutan udara. Adapun yang mengalami kenaikan harga, antara lain rokok kretek, emas perhiasan, dan beras. Menurut Suryamin, berkurangnya pasokan beras di beberapa daerah menyebabkan harga beras masih naik.
Berdasarkan komponen inflasi, komponen inti pada Februari 2016 masih mengalami inflasi sebesar 0,31 persen. Sedangkan secara tahunan mencapai sebesar 3,59 persen atau lebih rendah dari bulan sebelumnya yang sebesar 3,62 persen. “Yang bahaya di atas 5 persen,” katanya.
(Baca: Harga Sejumlah Pangan Mengerek Inflasi Januari 0,51 Persen)
Adapun komponen harga yang diatur pemerintah (administered price) deflasi 0,76 persen karena penurunan TDL dan harga BBM pada Februari lalu. Deflasi juga terjadi pada komponen harga makanan (volatile food) sebesar 0,68 persen karena penurunan beberapa harga komoditas hasil pertanian. “Artinya harga terkendali.”
Di sisi lain, komponen energi pada Februari 2016 juga deflasi sebesar 2,04 persen. Suryamin menilai, seharusnya deflasi ini berdampak pada penurunan biaya produksi sehingga harga jual barang-barang hasil produksi bisa turun.
(Baca: Bunga Turun, BI Prediksi Konsumsi Tumbuh 5 Persen)
Gundy Cahyadi, Ekonom Grup Riset DBS Bank, menyatakan deflasi pada Februari tersebut berbeda daripada angka inflasi kecil yang diperkirakannya. Bahkan, meski masih menghadapi beberapa risiko, para peretail besar lebih percaya diri untuk menaikkan harga barang-barang. Pasalnya, sentimen konsumen terlihat lebih kuat dibandingkan tahun lalu.
Ia memperkirakan, harga barang-barang berpotensi naik dalam beberapa bulan ke depan. Terutama menjelang bulan Ramadan pada tengah tahun ini. Di sisi lain, inflasi inti bisa terkendali karena efek penguatan mata uang rupiah. “Tekanan inflasi dapat muncul kembali jika rupiah melemah lagi ke depan,” kata Gundy dalam pernyataan tertulisnya.
Sebelumnya, Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan tekanan terhadap harga yang bergejolak mulai berkurang. Alhasil, dia meramalkan bulan Februari deflasi 0,1 hingga 0,2 persen. Di sisi lain, harga Bahan Bakar Minyak (BBM) juga terus menurun. Bahkan, pemerintah berencana mengurangi kembali harga BBM pada April nanti. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap TDL yang ikut menurun. Karena itu, dia memperkirakan, pada Maret dan april nanti terjadi inflasi meskipun angkanya rendah.