Pemerintah akan Wajibkan Pemda Laporkan Keuangan Entitas Bisnis di Daerah

Desa KATADATA|Agung Samosir
KATADATA|Agung Samosir
Penulis: Yura Syahrul
17/11/2015, 17.09 WIB

KATADATA - Pemerintah tengah mempertimbangkan aturan yang mewajibkan pemerintah daerah di provinsi, kabupaten, maupun kota, membuat laporan entitas bisnis di wilayahnya. Selain berdampak positif bagi pendapatan pemerintah daerah, kebijakan itu juga berpotensi menambah penerimaan pemerintah pusat.  

Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo menilai, perhitungan potensi dan realisasi pendapatan asli daerah (PAD) belum mengoptimalkan entitas bisnis di masing-masing daerah. Pasalnya, banyak perusahaan di daerah selama ini tidak melaporkan asetnya sehingga pajak yang diterima tidak sebesar potensinya.

Dengan adanya laporan keuangan entitas bisnis di daerah, pemda bisa mencocokkan pajak yang dibayarkan atau aset milik perusahaan di daerah. Payung hukum kewajiban itu bisa berupa peraturan daerah (Perda). “Jadi bisa ada kewajiban bagi masing-masing provinsi atau kabupaten/kota membuat laporan bisnis daerah,” kata Mardiasmo saat menghadiri seminar bertajuk “Optimalisasi PAD Melalui Laporan Keuangan Entitas Bisnis di Daerah” di Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (17/11).

Menurut dia, pelaporan tersebut bisa dilakukan secara elektronik, yang menghubungkan  e-system Dinas Pendapatan masing-masing daerah dengan semua laporan keuangan perusahaan di wilayahnya. “Para pengurus hotel tidak bisa bohong lagi,” katanya mencontohkan. Kalau kebijakan tersebut berjalan, maka pemerintah daerah dan pemerintah akan mendapatkan manfaatnya.

Bagi pemerintah daerah, kebijakan itu bisa meningkatkan PAD secara signifikan dari pajak daerah, seperti pajak hotel dan restoran serta pajak bumi dan bangunan (PBB). Sedangkan bagi pemerintah pusat, cara itu merupakan sebuah peluang untuk meningkatkan penerimaan dari pajak penghasilan (PPh). Mardiasmo menghitung, potensi PPh orang pribadi misalnya, bisa mencapai Rp 1.200 triliun namun yang dibayarkan hanya Rp 5 triliun. “Secara nasional menguntungkan, baik pendapatan negara maupun daerah melalui PAD,” imbuhnya.

Di sisi lain, Mardiasmo menyoroti masih banyaknya dana pemda yang menganggur di perbankan. Padahal, pemda seharusnya menggunakan dana tersebut untuk membiayai pembangunan infrastruktur. Kalau itu dilakukan maka dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di masing-masing daerah. “Jangan sampai PAD-nya tinggi, tapi gara-gara hanya memasukkan uang di bank saja biar dapat bunga. PAD harus dieksekusi biar jadi stimulus fiskal di daerah,” tuturnya.

Hingga kuartal III-2015, pendapatan daerah mencapai Rp 674,6 triliun atau 78,44 persen dari target. Jumlah itu terdiri dari PAD dan dana perimbangan, yang masing-masing sebesar Rp 155,86 triliun dan Rp 423,79 triliun. Sisanya adalah lain-lain senilai Rp 94,92 triliun.

Sedangkan belanjanya baru mencapai 54,43 persen atau Rp 502,08 triliun. Artinya, ada banyak dana yang belum digunakan oleh pemda. Apalagi, dari jumlah tersebut belanja modal baru terserap 28,93 persen atau Rp 65,99 triliun. Sedangkan belanja pegawai sudah mencapai 65,58 persen atau Rp 243,36 triliun dan belanja barang dan jasa Rp 90,31 triliun. Adapun belanja lainnya sebesar Rp 102,41 triliun.

Di sisi lain, nilai pembiayaan hingga kuartal III-2015 sudah mencapai Rp 103,78 triliun atau 130,64 persen. Terdiri dari sisa lebih perhitungan anggaran (Silpa) tahun anggaran sebelumnya senilai Rp 99,82 triliun dan lainnya Rp 3,96 triliun.

Reporter: Desy Setyowati