Intervensi Pasar, Cadangan Devisa Tergerus US$ 3,6 Miliar

Donang Wahyu|KATADATA
Bank Indonesia ----------------------- Donang Wahyu|KATADATA
Penulis: Muchamad Nafi
7/10/2015, 19.09 WIB

Selain intervensi BI, penguatan nilai tukar rupiah juga disebabkaan beberapa faktor. Misalnya, dipicu oleh rilis data tenaga kerja dan indeks manufaktur (ISM Manufacturing Index) Amerika yang tidak sesuai ekspektasi pasar. Akhir pekan lalu, Amerika merilis data tenaga kerja dari Non Farm Payroll periode September hanya menghasilkan 142 ribu pekerjaan dari ekspektasi sekitar 170 ribu pekerjaan.

Data ISM juga menunjukkan aktivitas sektor jasa Amerika tumbuh pada laju yang paling lambat dalam tiga bulan, yakni hanya 56,9 poin pada September dari 59 poin pada bulan sebelumnya. Melihat kondisi ini, pasar memperkirakan bank sentral Amerika, The Fed, belum akan menaikkan suku bunga acuannya (Fed Rate) pada tahun ini. (Baca pula: Penguatan Rupiah yang Paling Tinggi di Asia).

Sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution juga menilai penguatan rupiah yang tertinggi sejak 2012 ini bukan hanya disebabkan oleh rencana pengumuman paket kebijakan ekonomi jilid tiga. Menurut dia, lebih banyak disebabkan oleh perekonomian Amerika Serikat (AS) yang tidak sesuai dengan ekspektasi pasar.

Itu tentu gabungan dari beberapa kebijakan. Salah satunya, kebijakan kami. Yang kedua, dari AS karena dia tidak menaikan tingkat bunga (tahun ini). Itu membuat pasar yakin tidak bagus-bagus amat ekonominya sehingga tidak terlalu optimistis,” kata Darmin di kantornya.

Walau rupiah menguat, penurunan cadev ini tetap perlu diwaspadai. Analis First Asia Capital David Nathanael Sutyanto pernah memprediksi cadev yang tergerus menciptakan kekhawatiran para pelaku pasar keuangan dalam negeri sehingga memicu kembalinya gejolak nilai rupiah. Akibatnya, di pasar modal, pelaku pasar berpotensi melakukan aksi jual, memilih melepas aset yang dinilai berisiko.

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati