KATADATA ? Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Gulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi mengusulkan lembaga pelaksana pengelolaan kegiatan usaha hulu migas tersebut menjadi badan usaha milik negara (BUMN) khusus.
Akan tetapi BUMN ini nantinya tidak tunduk dalam Undang-Undang BUMN, melainkan mengacu pada Undang-Undang Migas yang akan diamendemen.
Artinya, BUMN migas ini tidak berada di bawah kendali Kementerian BUMN, tapi di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Ini lantaran BUMN khusus tersebut tidak diwajibkan menyetor dividen kepada pemerintah.
?Fungsinya bukan itu (menyetor dividen). Jadi fungsinya untuk mengawasi perusahaan-perusahaan yang menangani migas,? kata Amien kepada Katadata, kemarin.
(Baca: Dokumen Bermasalah, Anggaran SKK Migas Telat Dicairkan)
Dia menjelaskan, usulan perubahan bentuk badan hukum terhadap lembaga yang melaksanakan pengelolaan kegiatan usaha hulu migas di Tanah Air tersebut sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 13 November 2012 lalu.
Dalam putusan Nomor 36/PUU-X/2012 tersebut, MK memutuskan untuk membubarkan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas). Menurut pandangan MK, pihak yang dapat melaksanakan pengelolaan sumber daya alam migas hanya badan usaha.
?Jadi BUMN khusus itu makna yang ada di keputusannya MK. Jadi kalau dibaca itu bentuknya BUMN khusus,? kata Amien. ?Itu tafsir di tim SKK Migas, mungkin yang lain punya tafsir lain. Tapi menurut tim SKK migas itu.?
(Baca: Lifting Rendah, Penerimaan Hulu Migas Lampaui Target)
Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya W. Yudha mengatakan, wacana perubahan bentuk badan hukum SKK Migas masih dalam pembahasan seiring revisi UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas. ?Saya kira akan ada banyak masukan (tentang perbaikan fungsi hulu). Jadi ditunggu saja,? ujarnya.
BP Migas merupakan pengejawantahan UU Nomor 22 Tahun 2001 yang tujuannya untuk memisahkan regulaot dengan pelaksana bisnis di sektor migas. Tujuannya agar pemerintah tidak secara langsung terlibat bisnis migas, sehingga ketika ada masalah dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), pemerintah tidak dihadapkan secara langsung dengan pelaku usaha.
(Baca: Rumit, Perizinan Hulu Migas Mencapai 600 Ribu Lembar)
Namun MK menganggap, pemisahan itu bertentangan pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 karena menganggap kewenangan negara untuk mengelola minyak dan gas bumi. Dalam pandangan MK, pelaksanaan pengelolaan dilakukan oleh dadan usaha, yaitu BUMN, badan usaha milik daerah (BUMD), koperasi, serta badan usaha swasta.
Seusai pembubaran BP Migas, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi tertanggal 10 Januari 2013. Peraturan tersebut menjadi landasan pembentukan SKK Migas sebagai penyelenggara pengelolaan kegiatan usaha hulu migas sampai diterbitkannya undang-undang baru. (Baca: Industri Dukung Bersih-Bersih di Sektor Migas)
Dalam Perpres tersebut Menteri ESDM ditunjuk sebagai pembina, pengkoordinasi dan pengawas penyelenggaraan engelolaan minyak dan gas bumi. Selain itu melalui Perpres tersebut dibentuk juga Komisi Pengawas sebagai pengendali, pengawas dan pengevaluasi kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi oleh SKK Migas.