KATADATA ? Kekhawatiran pasar terhadap pemerintahan Joko Widodo karena tak didukung mayoritas anggota parlemen hanya akan berlangsung sementara. Kepercayaan pasar akan kembali pulih setelah Jokowi dilantik.
"Sekarang kan belum bisa melakukan apa-apa karena belum dilantik," ujar Kepala ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih kepada Katadata, Jumat (3/10).
Setelah dilantik, Jokowi dinilai akan lebih leluasa melakukan negosiasi dalam pembuatan kebijakan. Lana menilai perolehan suara Jokowi dalam pemilihah presiden yang mencapai 54 persen menunjukkan Jokowi memperoleh dukungan dari masyarakat.
Dia menganggap, kekhawatiran pasar saat ini berlebihan. Pasar melihat ketidakharmonisan di parlemen akan menghambat kebijakan Jokowi, termasuk ketika akan mengajukan APBN Perubahan 2015. "Sebaiknya jangan terburu-buru menyimpulkan hal itu sebelum Jokowi dilantik," ujarnya.
Pelemahan yang terjadi pada rupiah dan saham selain disebabkan faktor politik dalam negeri juga karena faktor eksternal. Tak hanya Indonesia, negara emerging market dan Asia Pasifik juga ikut tertekan. "Jadi tak semata-mata karena politik dalam negeri. Kondisi eksternal juga perlu diwaspadai," kata Lana.
Adanya kekhawatiran pasar disebabkan kegagalan koalisi Jokowi menguasai parlemen. Koalisi gagal mempertahankan pemilihan kepala daerah langsung, serta merebut kursi pimpinan DPR.
Menurut Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Dodi Ambardi, kekalahan beruntun koalisi pendukung Jokowi dapat menimbulkan berkurangnya ekspektasi terhadap efektivitas pemerintahan presiden terpilih itu.
Dengan komposisi kursi yang lebih kecil, mereka mengkhawatirkan jika kebijakan yang dibuat oleh mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut akan terus direcoki oleh parlemen.
?Investor di pasar saham kan sangat memperhatikan kestabilan jalannya pemerintahan,? kata Dodi saat dihubungi Katadata.
Menurut dia, ada banyak celah yang dapat dilakukan oleh koalisi Prabowo untuk mengganjal jalannya pemerintahan Jokowi. Mereka bisa menggunakan sejumlah hak konstitusional DPR , seperti interpelasi atau hak angket.
Hal ini, menurut dosen di Universitas Gadjah Mada ini, dapat menciptakan kekacauan di tingkat elite, sehingga menimbulkan kesan situasi politik yang tidak stabil. Namun, kondisi ini bisa menjalar ke ranah publik bilamana ada kebijakan yang memengaruhi kehidupan masyarakat tidak dapat diimplementasikan karena diganggu oleh DPR. (Baca: Kegagalan Koalisi Jokowi Bisa Turunkan Ekspektasi Publik)