KATADATA ? Pemerintah mesti memanfaatkan momentum penundaan kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Fed. Penundaan tersebut memberikan ruang bagi pemerintah untuk memperbaiki neraca transaksi berjalan.
?Dalam jangka pendek, satu-satunya cara yang paling cepat untuk memperbaiki neraca transaksi berjalan adalah dengan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM),? kata ekonom Mandiri Sekuritas Aldian Taloputra saat dihubungi Katadata, Senin (22/9).
Persoalan BBM merupakan pokok utama yang menyebabkan bengkaknya defisit neraca transaksi berjalan Indonesia. Berdasarkan data BI, pada kuartal II-2014, defisit neraca transaksi berjalan Indonesia mencapai US$ 9,1 miliar atau 4,27 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Kondisi ini diakibatkan kinerja perdagangan Indonesia yang melempem. Data Badan Pusat Statistik menyebutkan, selama periode Januari-Juli 2014, neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit US$ 1,01 miliar. Penyebabnya adalah defisit dari sektor minyak dan gas (migas) sebesar US$ 7,7 miliar.
Dalam pandangan Aldian, pelaku pasar keuangan memang sudah memperkirakan kenaikan suku bunga AS tersebut bakal terjadi. Mereka hanya menunggu kepastian waktu dan besaran kenaikan tersebut. (Baca: Kuota BBM Subsidi Habis Pertengahan Desember 2014)
Akan tetapi, kekhawatiran yang muncul di kalangan investor jika the Fed jadi menaikkan suku bunga adalah berkurangnya likuiditas global. Kondisi ini akan memengaruhi negara-negara emerging market, termasuk Indonesia, yang memiliki problem defisit neraca transaksi berjalan.
?Jika sudah selesaikan persoalan ini (BBM), Indonesia sudah selesaikan satu pekerjaan rumah. Sehingga ketika the Fed naikkan suku bunga, setidaknya shock-nya (tekanan) tidak terlalu besar,? kata dia. (Baca: BI Diperkirakan Pilih ?Status Quo? Hingga Tahun Depan)
Meski begitu, Aldian mengatakan, dalam jangka panjang pemerintah tetap harus melakukan perubahan struktural perekonomian. Misalnya dengan meningkatkan ekspor dari komoditas barang mentah ke produk bernilai tambah.
Dari sisi ini, pemerintah memang telah membuat kebijakan melarang ekspor mineral mentah dengan memaksa perusahaan untuk membangun fasilitas pemurnian. Namun dampaknya baru akan terasa 1-2 tahun ke depan. (Baca: BI Sarankan Pemerintah Segera Kurangi Subsidi BBM)
Bank Indonesia sebelumnya juga menyoroti defisit neraca transaksi berjalan dan meminta pemerintah segera menaikkan harga BBM bersubsidi. Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, defisit tersebut menyebabkan kondisi perekonomian Indonesia masih sangat rentan.
Hal ini pula yang membuat BI tetap mempertahankan suku bunga, meski inflasi sudah cenderung turun. ?Karena berbicara moneter itu instrumennya terbatas. Problem utamanya kan salah satunya besarnya impor BBM dan subsidi BBM harus dikurangi,? ujar dia beberapa waktu lalu.