Biaya Hidup Kelas Menengah Bisa Bengkak Rp 4,25 Juta per Tahun Akibat PPN 12%

Rahayu Subekti
27 Desember 2024, 13:40
PPN
ANTARA FOTO/Muhammad Ramdan/foc.
Sejumlah pengunjuk rasa membawa poster saat aksi penolakan PPN 12 persen di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (19/12/2024). Dalam tuntutannya, mereka menolak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen karena dianggap akan memicu lonjakan harga barang dan jasa yang memberatkan masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan naik minggu depan dari 11% menjadi 12%. Pemerintah sudah menetapkan kebijakan yang akan berlaku pada 1 Januari 2025 itu untuk semua barang dan jasa yang sebelumnya sudah dikenakan PPN 11%.

Kenaikan PPN 12% tidak berlaku untuk barang-barang pokok. Untuk barang kebutuhan pokok seperti beras hingga sayuran, jasa kesehatan hingga asuransi, serta buku, vaksin hingga air minum tetap bebas PPN.

Sementara khusus tepung terigu, gula industri, dan Minyak Kita tetap mengalami kenaikan PPN menjadi 12%. Namun, kenaikan 1% ditanggung pemerintah sehingga PPN yang berlaku tetap 11%.

Lembaga riset Center of Economic and Law Studies (Celios) mengungkapkan kenaikan PPN ini akan memberikan sejumlah dampak terhadap beberapa kelompok masyarakat. Dampak ini akan terasa terhadap biaya hidup kelompok masyarakat miskin hingga menengah.

“Beban ganda kenaikan PPN membuat rumah tangga miskin, rentan miskin, dan menengah sama-sama terhimpit,” tulis Celios dalam risetnya berjudul PPN 12%: Pukulan Telak Bagi Dompet Gen Z dan Masyarakat Menengah ke Bawah, dikutip Jumat (27/12).

Beban Pengeluaran Kelompok Miskin

Celios memperkirakan kelompok miskin akan mengalami kenaikan pengeluaran sebesar Rp 101.880 per bulan atau sekitar Rp 1,11 juta per tahun.

Bagi rumah tangga miskin yang sebagian besar pengeluarannya untuk kebutuhan pokok, maka adanya tambahan biaya ini bisa memengaruhi kemampuan untuk memenuhi kebutuhan lain. Terutama kebutuhan untuk pendidikan dan kesehatan.

Kenaikan pengeluaran juga bisa menguras tabungan atau memaksa masyarakat miskin untuk mengurangi kualitas konsumsi sehari-hari. Bagi sebagian keluarga miskin, pengeluaran tambahan ini bisa menjadi beban yang sangat berat, karena penghasilan mereka yang terbatas dan ketergantungan pada barang-barang pokok yang kini makin mahal.

Dengan demikian, pengaruh kenaikan PPN ini sangat terasa pada lapisan paling bawah masyarakat. Lapisan masyarakat ini sering kali kesulitan menghadapi perubahan harga yang cepat

Beban Pengeluaran Kelompok Rentan Miskin

Kelompok rentan miskin memiliki penghasilan sedikit lebih tinggi dari kelompok miskin namun masih jauh dari kesejahteraan. Kelompok ini juga tidak lepas dari dampak negatif kenaikan PPN.

“Mereka diperkirakan akan mengalami kenaikan pengeluaran sebesar Rp 153.871 per bulan atau sekitar Rp 1,84 juta per tahun,” tulis Celios.

Kelompok ini sering kali berada di ambang batas antara miskin dan menengah sehingga setiap tambahan biaya yang tidak terduga bisa membuat mereka semakin terpuruk. Tanpa adanya jaringan pengaman sosial yang memadai, banyak dari kelompok masyarakat rentan miskin berisiko jatuh kembali ke dalam kemiskinan.

Pengeluaran yang lebih besar ini juga mengurangi kemampuan mereka untuk menabung atau menginvestasikan dana untuk masa depan. Hal ini baik untuk pendidikan anak atau peningkatan keterampilan.

"Ketika biaya hidup meningkat, kelompok rentan miskin terpaksa mengurangi konsumsi barang atau jasa lain yang sebelumnya dianggap penting seperti pendidikan atau asuransi kesehatan," tulis Celios. 

Beban Pengeluaran Kelompok Kelas Menengah

Celios juga memaparkan kenaikan PPN berdampak kepada peningkatan pengeluaran kelas menengah. Bagi rumah tangga menengah yang memiliki daya beli yang lebih baik, kenaikan PPN tetap membawa dampak negatif terhadap pola konsumsi.

“Dengan kenaikan pengeluaran sebesar Rp 354.293 per bulan atau sekitar Rp 4,25 juta per tahun, rumah tangga menengah mengalami pengurangan daya beli yang cukup signifikan,” tulis Celios.

Meskipun pengeluaran tambahan lebih kecil dibandingkan kelompok miskin, namun tetap berpengaruh pada pengeluaran mereka di sektor nonesensial, seperti hiburan, perjalanan, dan barang-barang mewah.

Reporter: Rahayu Subekti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...