KATADATA ? Kendati defisit neraca transaksi berjalan makin meningkat pada kuartal II/2014 dibanding kuartal sebelumnya, Menteri Keuangan Chatib Basri opstimis defisit transaksi berjalan hingga akhir tahun akan menurun.
Defisit neraca transaksi berjalan triwulan II/2014 mencapai US$ 9,1 miliar atau 4,27 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau meningkat dibanding kuartal I/2014 sebesar US$ 4,2 miliar (2,05 persen dari PDB). Namun jika dibandingkan kuartal triwulan II/2013 sebesar US$ 10,1 miliar (4,47 persen dari PDB), angka tersebut mengalami penurunan.
Chatib mengatakan secara kumulatif, besaran defisit transaksi berjalan semester I mencapai US$ 13,3 miliar atau lebih rendah dibanding tahun 2013 yang mencapai US$ 16 miliar.
"Jadi kalau dihitung untuk semester I, dibanding tahun lalu kita mampu menurunkan defisit transaksi berjalan sebesar US$ 3 miliar," ujar Chatib di Jakarta 14 Agustus 2014.
Dengan capaian tersebut, Chatib optimis defisit transaksi berjalan akhir tahun nanti akan mencapai sekitar US$ 24 miliar, atau lebih kecil dibanding perolehan 2013 sebesar US$ 29 miliar. Keyakinan itu berdasarkan kebijakan besaran kuota bahan bakar minyak bersubsidi yang dipatok tak lebih dari 46 juta kiloliter dan kenaikan kinerja ekspor yang didorong sektor mineral. "Ditambah dengan Freeport yang bisa ekspor kembali," tuturnya.
Upaya pengurangan defisit neraca transaksi berjalan bisa lebih maksimal jika besaran subsidi BBM dapat dikurangi dengan cara apapun. Termasuk dengan menaikkan harga BBM.
Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan melebarnya defisit transaksi berjalan pada kuartal II-2014 disebabkan pola musiman. Meski demikian, defisit ini sudah menunjukkan perbaikan dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yang mencapai US$ 10,1 miliar. Menurutnya, hal ini merupakan capaian yang baik, di tengah harga komoditas batu bara dan minyak sawit menurun.
Defisit transaksi berjalan ini utamanya dipengaruhi oleh defisit neraca perdagangan pada kuartal II yang mencapai US$ 2,2 miliar. "Kondisi selama semester I-2014 juga tidak bisa ekspor karena ada penerapan Undang-Undang Mineral dan Batubara," ujar Agus. (Baca: Defisit Transaksi Berjalan Melebar Hingga 4,3 Persen dari PDB)