Persaingan Capres Kian Ketat, Investor Menahan Transaksi

Prabowo & Hatta KATADATA | Arief Kamaludin
KATADATA | Arief Kamaludin
Penulis:
Editor: Arsip
2/7/2014, 16.09 WIB

KATADATA ? Investor masih menunggu hasil pemilihan presiden (pilpres) pada 9 Juli mendatang.  Rilis data ekonomi oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dinilai tidak mampu melecut kinerja IHSG.

 ?Indeks bergeraknya relatif stabil. Jadi pasar tidak merespons apa-apa (pengumuman BPS),? kata Wahyu Trenggono, Direktur Penilai Harga Efek Indonesia, saat dihubungi Katadata, Rabu (2/7).

Menurutnya, pengumuman BPS tentang inflasi Juni yang hanya sebesar 0,43 persen di bawah perkiraan analis serta surplus neraca perdagangan hanya sekadar menahan kejatuhan IHSG. Persoalannya, kata dia, pasar tengah menghadapi ketidakpastian hasil pilpres.

Hal ini disebabkan hasil survei sejumlah lembaga yang menunjukkan jarak keterpilihan antara Joko Widodo (Jokowi) dengan Prabowo Subianto yang kian memendek. Investor yang melihat situasi ini memilih menahan diri untuk melakukan aktivitas perdagangan. ?Mereka tidak berani melakukan transaksi besar-besaran,? kata seorang analis yang dihubungi Katadata.

Makin ketatnya persaingan antara kedua kandidat terlihat dari sejumlah survei. Dari survei Roy Morgan Research yang diumumkan kemarin, persentase keterpilihan Prabowo meningkat drastis dari 24 persen pada Mei menjadi 48 persen. Sedangkan keterpilihan Jokowi hanya naik dari 42 persen menjadi 52 persen.

?Perbedaannya semakin sempit,? kata Irawati Soekirman, Direktur Riset Roy Morgan Research dikutip dari Koran Tempo.

Situasi ini yang memicu kekhawatiran pasar. Seperti dikutip dari Bloomberg Businessweek, Oversea-Chinese Banking Corp. memprediksi IHSG akan turun hingga 5 persen jika Prabowo memenangkan pilpres. Bahkan Morgan Stanley dalam riset yang dipublikasikan 26 Juni lalu menyebutkan kurs rupiah bisa mencapai Rp 12.300 per dolar Amerika Serikat (AS) kalau Jokowi kalah. (Baca: Jokowi Bisa Kalah, Rupiah Kian Terpuruk)

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati, Aria W. Yudhistira