Soal Perppu Corona Kebal Hukum, Sri Mulyani: Tak Berlaku Jika Korupsi

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Ilustrasi, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Sri Mulyani menegaskan, perlindungan hukum terhadap pelaksana Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tidak berlaku apabila ternyata pelaksana tersebut terbukti korupsi.
4/5/2020, 19.42 WIB

Ketentuan perlindungan hukum bagi pelaksana Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 mengundang kontroversi. Pasalnya, terdapat ayat yang mencatatkan bahwa pelaksana Perppu tak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, pelaksana Perppu memang tak bisa dituntut jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada itikad baik dan sesuai peraturan perundang-undangan.

"Namun, kalau terjadi kerugian negara karena adanya niat buruk di awal atau korupsi, tidak berarti dia tidak bisa dipidana," ujar Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat, melalui konferensi video, Senin (4/5).

Ia menjelaskan, perlindungan hukum terhadap pelaksana Perppu Nomor 1 Tahun 2020 bukan merupakan imunitas penuh, tidak menjadi dasar pembenaran pelaksana berbuat semena-mena atas nama penanganan dampak pandemi corona.

Perlindungan hukum yang tertera dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2020 merupakan penegasan perlindungan yang tertera pada Pasal 50 dan 51 Kitab Undang‑Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 48 Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK).

Selain itu, perlindungan hukum juga tertera pada Pasal 22 UU Pengampunan Pajak dan UU tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (UU MD3).

Adapun, pasal ketentuan perlindungan hukum yang menjadi kontroversial dalam Perppu 1 Tahun 2020 adalah Pasal 27 Ayat (1), Ayat (2) dan Ayat (3).

(Baca: Sri Mulyani: Pelaksana Perppu Penyelamatan Ekonomi Tak Bisa Dituntut)

Perppu Nomor 1 Tahun 2020 Ayat (1) tertulis "biaya yang telah dikeluarkan pemerintah dan/atau lembaga anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara."

Kemudian, pada Ayat (2) tertulis, "anggota KSSK, sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoroitas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Perppu ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada itikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

Lalu, Ayat (3) berbumyi, "segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Perppu ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara."

Sebelumnya, Sri Mulyani menyatakan, bahwa biaya yang dikeluarkan pemerintah dalam rangka program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya untuk penyelamatan dari krisis. Sehingga, tidak bisa dikategorikan sebagai kegiatan yang merugikan keuangan negara.

Oleh karena itu, keputusan yang diambil berdasarkan Perppu ini, bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

"Jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada itikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," kata Sri Mulyani.

(Baca: 5 Poin Penting dalam Perpu Kebijakan Ekonomi Terkait Covid-19)

Reporter: Agatha Olivia Victoria