Sri Mulyani Teken Aturan Teknis Penempatan Dana Pemerintah

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/ama.
Ilustrasi, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Sri Mulyani teken aturan teknis penempatan dana pemerintah di bank dan penyalurannya serta mengatur soal besaran bunga dan penanganan jika bank bermasalah.
Penulis: Agung Jatmiko
9/6/2020, 08.19 WIB

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati akhirnya menekan aturan teknis terkait program penempatan dana pemerintah di perbankan akhirnya terbit. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 64/PMK.05/2020 tentang Penempatan Dana Bagi Bank Peserta dalam Rangka Pemulihan Ekonomi Nasional.

Tujuan penempatan dana pemerintah di bank, yang selanjutnya disebut Bank Peserta adalah, untuk menyediakan dana penyangga likuiditas bagi perbankan setelah melakukan restrukturisasi kredit atau pembiayaan.

Dana yang kemudian disalurkan ke Bank Pelaksana ini, dapat menjadi tambahan modal kerja, atau digunakan sebagai tambahan untuk menyalurkan kredit. Bank Pelaksana sendiri, merupakan bank umum, bank perkreditan rakyat/syariah (BPR/BPRS), dan perusahaan pembiayaan yang melakukan restrukturisasi kredit atau pembiayaan.

Nantinya, dana pemerintah ditempatkan dalam sebuah rekening khusus, yakni 'Rekening Khusus Pembiayaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional'.

"Rekening Khusus Pembiayaan Program PEN adalah, rekening lainnya milik Bendahara Umum Negara di Bank Indonesia yang digunakan untuk menampung dan mengelola hasil penerbitan Surat Berharga Negara (SBN), yang dibeli Bank Indonesia (BI) untuk pembiayaan program PEN," tulis PMK ini, dikutip Selasa (9/6).

Dana dari pemerintah ini, akan ditempatkan di Bank Peserta dalam instrumen deposito dan sertifikat deposito. Jangka waktu yang ditetapkan untuk penempatan, diatur paling lama enam bulan, dan dapat diperpanjang.

(Baca: OJK Sebut Program Penyangga Likuiditas Tak akan Rugikan Bank)

Untuk penempatan dana ini, tingkat bunga yang ditetapkan adalah, paling rendah sebesar tingkat bunga penerbitan SBN yang dibeli BI, setelah dikurangi burden sharing.

Aturan yang diteken 5 Juni 2020 ini juga mengatur beberapa kriteria penetapan Bank Peserta. Pertama, bank umum yang berbadan hukum Indonesia, beroperasi di wilayah Indonesia, dan minimal 51 % saham dimiliki oleh warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia.

Kedua, merupakan bank kategori sehat berdasarkan penilaian tingkat kesehatan bank oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ketiga, termasuk bank dalam kategori 15 bank beraset terbesar.

Keempat, bank yang termasuk dalam kategori investment grade menurut rating atau peringkat yang dikeluarkan oleh minimal dua lembaga pemeringkat nasional atau internasional, yang telah diakui OJK. Kelima, bank dengan tingkat kesehatan minimal komposit duayang telah diverifikasi oleh OJK.

"Terakhir, bank-bank tersebut bersedia untuk menandatangani surat kesediaan menjadi Bank Peserta," tulis PMK tersebut.

Penetapan Bank Peserta ini akan menjadi kewenangan dari Menteri Keuangan, setelah mendengar atau mendapat masukan dari Ketua Dewan Komisioner OJK.

(Baca: Sri Mulyani Segera Rilis Aturan Penempatan Dana Bank Jangkar Rp 87 T)

Sementara, bagi Bank Pelaksana yang berhak mengajukan proposal untuk tambahan likuiditas ke Bank Peserta ditetapkan tiga kriteria. Pertama, bank yang melakukan restrukturisasi kredit atau pembiayaan bagi debitur atau nasabah terdampak pandemi virus corona atau Covid-19.

Kedua, bank dengan kategori sangat sehat dan sehat berdasarkan penilaian tingkat kesehatan bank oleh OJK, yakni peringkat komposit 1 dan 2.

Ketiga, harus memiliki surat berharga dengan perincian jumlah kepemilikan atas SBN, Sertifikat Deposito Bank Indonesia, Sertifikat Bank Indonesia, Sukuk Bank Indonesia, dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang belum direpokan. Jumlahnya tidak lebih dari 6% dari dana pihak ketiga (DPK).

Bank Pelaksana yang membutuhkan tambahan likuiditas, dapat mengajukan proposal ke Bank Peserta. Berdasarkan proposal tersebut, Direktur Utama Bank Peserta kemudian membuat proposal penempatan dana pemerintah.

Proposal dari Bank Peserta ini paling sedikit memuat informasi mengenai kondisi likuiditas bank, jumlah kepemilikan SBN dan sertifikat deposito, serta surat berharga BI yang belum direpokan menunjukkan tidak lebih dari 6% dari DPK.

Informasi ini bisa untuk Bank Peserta, yang juga bertindak sebagai Bank Pelaksana atau bank yang mengajukan proposal ke Bank Peserta.

(Baca: Sri Mulyani: Penempatan Dana Pemerintah di Bank Khusus untuk UMKM)

Proposal yang ditujukan kepada Menteri Keuangan tersebut, juga harus mencantumkan jumlah kebutuhan dana dan nama Bank Pelaksana. Kemudian, rincian penyaluran penempatan dana dan bentuk instrumen dari Bank Peserta ke Bank Pelaksana. Penilaiannya akan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan.

Bunga yang ditetapkan oleh Bank Peserta kepada Bank Pelaksana ditetapkan paling tinggi sebesar, tingkat bunga penempatan dana ditambah 3% atau 300 basis poin.

Jika sampai batas waktu maksimal, yakni enam bulan, Bank Peserta tidak dapat mengembalikan dana, maka bisa mengajukan perpanjangan waktu. Jatuh tempo perpanjangan ini, tergantung dari perjanjian antara Bank Peserta dan pemerintah.

Jika hingga akhir jatuh tempo perpanjangan tersebut Bank Peserta juga tidak sanggup mengembalikan penempatan dana pemerintah, maka pemerintah dapat mengajukan pendebitan atas simpanan bank-bank tersebut di BI

Hal yang sama juga berlaku untuk Bank Pelaksana, yang berbeda adalah pihak yang mengajukan pendebetan adalah Bank Peserta.

"Jika Bank Peserta bermasalah dan diserahkan penanganannya pada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), maka LPS akan mengutamakan pengembalian dana pemerintah," tulis PMK tersebut.

(Baca: Sri Mulyani Sebut Covid-19 Lebih Kompleks dari Krisis 1998 dan 2008)