Pemerintah dan BI Segera Teken SKB Bagi Beban Biaya Pemulihan Ekonomi

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj.
Ilustrasi, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Pemerintah dan Bank Indonesia akan segera meneken surat keputusan bersama (SKB) terkait skema pembagian beban dalam upaya pemulihan ekonomi nasional.
3/7/2020, 14.02 WIB

Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) telah menyepakati pembagian beban atau burden sharing dalam pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional. Kesepakatan burden sharing tersebut telah rampung, dan tinggal dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB)

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, skema burden sharing antara pemerintah dengan BI sudah beredar.

"Tinggal dituangkan dalam bentuk SKB secara legal," kata Febrio dalam sebuah diskusi virtual, Jumat (3/7).

Adapun, skema yang dimaksud telah dipaparkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) beberapa hari lalu. Menurutnya, skema tersebut tak banyak berubah dan tinggal dipertajam.

Ia menjelaskan, situasi saat ini masuk dalam kategori keadaan luar biasa atau extraordinary. Sehingga, pemerintah dan BI sama-sama memahami tidak boleh ada langkah gegabah dalam pembagian beban pembiayaan. Tujuannya, agar perekonomian Indonesia tidak melenceng jauh dari stabilitas.

(Baca: BI Bakal Tanggung Biaya Utang untuk Pemulihan Ekonomi Rp 35,9 Triliun)

"Oleh karena itu, pembahasan burden sharing antara otoritas moneter dan fiskal cukup alot, untuk menjaga integritas pasar, dan integritas moneter," ujarnya.

Dalam RDP bersama Komisi XI DPR, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan BI akan menanggung Rp 35,9 triliun atau 53,9% dari total beban bunga utang.

Skema tersebut dengan asumsi suku bunga pasar sebesar 7,36% serta beban bunga utang atas dampak covid-19 sebesar Rp 66,5 triliun per tahun untuk Surat Berharga Negara (SBN) bertenor 10 tahun.

Secara perinci, pembagian beban tersebut terbagi atas beban barang publik (public goods), yang akan ditanggung BI sebesar 100%. Selain itu, barang non-publik untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) akan menggunakan suku bunga BI reverse repo rate dikurangi diskon 1%.

Sementara, untuk beban barang non-publik korporasi non-UMKM akan menggunakan suku bunga BI reverse repo rate. Selanjutnya, untuk beban barang non-publik lainnya akan ditanggung 100% oleh pemerintah.

(Baca: Persoalan Pembagian Beban dan Pentingnya BI Ambil Peran Lebih Besar)

Pembagian beban 100% adalah sebesar suku bunga pasar 7,36%, yang merupakan rata-rata tertimbang imbal hasil SBN tenor 10 tahun periode Januari-16 Juni 2020. Sementara, asumsi bunga acuan BI reverse repo rate 4,30%.

Setelah memperhitungkan tambahan remunerasi sebesar Rp 1,1 triliun, pembagian BI ditetapkan sebesar Rp 37 triliun atau 54,8% dari Rp 67,6 triliun.

Menkeu menjelaskan, kebutuhan pembiayaan utang dampak pandemi corona mencapai Rp 903,46 triliun. Beban tersebut meliputi, barang publik sebesar Rp 397,6 triliun, dan barang non-publik sebesar Rp 505,86 triliun.

Barang publik meliputi sektor kesehatan sebesar Rp 87,55 triliun, perlindungan sosial Rp 203,9 triliun, serta sektoral, kementerian/lembaga, dan pemerintah daerah (Pemda) sebesar Rp 106,11 triliun.

Sementara, barang non-publik terdiri dari UMKM sebesar Rp 123,46 triliun, korporasi non-UMKM Rp 53,27 triliun, dan lainnya Rp 329,03 triliun.

(Baca: BI Bersedia Berbagi Beban dengan Pemerintah untuk Pulihkan Ekonomi)

Reporter: Agatha Olivia Victoria