Ekonomi Kuartal II Minus, Sistem Keuangan Stabil tapi Perlu Waspada

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan stabilitas sistem keuangan pada kuartal II 2020 dalam kondisi normal.
Penulis: Ihya Ulum Aldin
Editor: Agustiyanti
5/8/2020, 20.39 WIB

Komite Stabilitas Sistem Keuangan menilai stabilitas sistem keuangan pada kuartal II 2020 berada dalam kondisi normal meski ekonomi terkontraksi hingga 5,32% dibandingkan periode sama tahun lalu. Berbagai  indikator menunjukkan stabilitas sistem keuangan tetap baik, meski kewaspadaan tetap perlu ditingkatkan di tengah pandemi Covid-19.

"Meskipun penyebaran Covid-19 yang masih tinggi menuntut perlunya peningkatan kewaspadaan dan kehati-hatian karena dapat memengaruhi prospek perekonomian dan stabilitas sistem keuangan," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers KSSK, Rabu (5/8).

Untuk itu, koordinasi kebijakan dalam KSSK akan terus diperkuat guna mendorong pemulihan ekonomi dan menjaga stabilitas sistem keuangan. Memasuki kuartal III 2020, KSSK terus memperkuat koordinasi kebijakan di antara anggota KSSK dengan meningkatkan kewaspadaan mengantisipasi dampak penyebaran Covid-19 yang masih tinggi terhadap prospek perekonomian.

Dalam kaitan ini, koordinasi dilakukan, baik untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional dengan mendorong implementasi kebijakan di luar kebiasaan yang diamanatkan melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020, maupun untuk menjaga stabilitas sistem keuangan.

Pandemi Covid-19 mengakibatkan pertumbuhan ekonomi global terkontraksi cukup dalam. Perkembangan terkini menunjukkan kasus positif Covid-19 masih tinggi dan berisiko kembali meningkat atau terjadi gelombang kedua di beberapa negara. Di tengah pengembangan vaksin yang belum sesuai harapan, kondisi tersebut memicu kekhawatiran berlanjutnya penurunan ekonomi global menjadi lebih dalam.

Berbagai lembaga internasional kembali menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi. IMF memperkirakan perekonomian global 2020 terkontraksi sebesar 4,9 persen, Bank Dunia memproyeksi negatif 5,22 persen, dan OECD memprediksi ekonomi global  dalam rentang -7,6 sampai dengan -6,0 persen.

Perekonomian global serta dampak penanganan Covid-19 di dalam negeri menurunkan kinerja perekonomian domestik. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat 2,97 persen secara tahunan pada kuartal pertama, melambat dibandingkan dengan capaian kuartal  sebelumnya sebesar 4,97 persen.

Pada kuartal II 2020, pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi  hingga 5,32 persen secara tahunan.  Perkembangan ini terutama akibat penurunan dalam kegiatan ekonomi pada bulan April – Mei 2020 sejalan dampak penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar . 

Namun demikian, pada Juni 2020, berbagai indikator menunjukkan aktivitas perekonomian domestik mulai meningkat didorong dampak pelonggaran PSBB dan kenaikan ekspor ke Tiongkok.

Ke depan, pemulihan ekonomi nasional diperkirakan berlanjut dipengaruhi peningkatan penyerapan stimulus fiskal, perbaikan restrukturisasi kredit, keberhasilan penanganan protokol kesehatan untuk penanggulangan Covid-19, serta peningkatan permintaan ekspor, khususnya dari Tiongkok.

KSSK juga menilai stabilitas makroekonomi tetap baik dan turut mendukung ketahanan ekonomi nasional. Inflasi berada pada level yang rendah dan terkendali sebesar 1,96 persen pada Juni 2020 dan kembali menurun pada bulan Juli menjadi 1,54 persen.

Ketahanan eksternal ekonomi Indonesia tetap terjaga tercermin dari defisit transaksi berjalan kuartal II 2020 yang diperkirakan tetap rendah dipengaruhi oleh membaiknya neraca perdagangan sejalan dengan penurunan impor akibat melemahnya permintaan domestik.

Nilai tukar rupiah juga tetap terkendali sesuai dengan fundamental. Rupiah secara point to point sepanjang kuartal II 2020 terapresiasi 14,42 persen seiring aliran masuk modal asing yang cukup besar pada Mei dan Juni 2020. Meski demikian, secara rerata, rupiah pada kuartal II 2029 masih terdepresiasi 4,53 persen dibandingkan kuartal sebelumnya akibat pelemahan pada April 2020.

Cadangan devisa juga meningkat, yang pada akhir Juni 2020 mencapai US$ 131,7 miliar, setara pembiayaan 8,4 bulan impor atau 8,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Jumlah itu berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

Kinerja APBN 2020 hingga akhir semester I tetap terjaga meskipun menghadapi tantangan yang cukup berat. Pendapatan negara mencapai Rp 811,2 triliun atau 47,7 persen dari target dalam Perpres Nomor 72 tahun 2020, sedangkan belanja negara mencapai Rp 1.068,9 triliun atau 39,0 persen dari target. "Defisit APBN hingga akhir semester I tahun 2020 mencapai Rp 257,8 triliun atau 1,57 persen terhadap PDB," kata Sri Mulyani.

Kondisi Sektor Keuangan

Sementara itu Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan  Wimboh Santoso menjelaskan, sektor jasa keuangan secara umum masih dalam kondisi baik dan terkendali. Ini terlihat dari indikator prudensial seperti permodalan maupun likuiditas yang memadai serta profil risiko yang terjaga.

Rasio kecukupan modal atau CAR Bank Umum Konvensional kuartal II 2020 yang masih cukup tinggi yakni sebesar 22,59%, naik dibandingkan kuartal sebelumnya 21,72 %

Kecukupan likuiditas yang tercermin pada rasio Alat Likuid terhadap Non Core Deposit per 28 Juli 2020 menguat ke level 130,53 persen, naik dibandingkan kuartal sebelumnya 112,90 persen. Demikian pula dengn rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga yang berada di level 27,74%, naik dibandingkan kuartal I 2020 sebesar 24,16%. "Jauh berada di atas threshold," kata Wimboh.

Namun demikian, pertumbuhan kredit hingga kuartal II 2020 terpantau melambat dan hanya tumbuh  1,49% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kualitas kredit juga memburuk terlihat dari angka non-performing loans gross sebesar 3,11 persen, naik dibandingkan kuartal I 2020 sebesar 2,77%.

Sementara dana pihak ketiga tumbuh sebesar 7,95% didorong oleh pertumbuhan DPK BUKU 4 yang mencapai dua digit atau 11,90%

Sementara itu, industri asuransi menghimpun pertambahan premi sebesar Rp 20 triliun, dengan pertumbuhan premi asuransi jiwa terkontraksi sebesar 10% dan premi asuransi umum dan reasuransi terkontraksi 2,3%.

Sementara di pasar modal, hingga 28 Juli 2020, penghimpunan dana melalui pasar modal baru mencapai Rp 54,13 triliun dengan 28 emiten baru. Di dalam pipeline per 28 Juli 2020 terdapat 68 emiten yang akan melakukan penawaran umum dengan total penawaran diperkirakan mencapai Rp 40,54 triliun.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan bahwa pihaknya sudah menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate  sebesar 25 bps menjadi 4% untuk membantu memulihkan perekonomian. BI juga memperkuat bauran kebijakan dengan melanjutkan kebijakan stabilisasi nilai tukar rupih hingga berbagi beban dengan pemerintah untuk mempercepat pemulihan ekonomi. 

Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan Halim Alamsyah mengatakan pihaknya juga telah kembali menurunkan tingkat bunga penjaminan sebesar 25 bps untuk simpanan rupiah di Bank Umum dan simpanan rupiah di BPR. Namun, mempertahankan tingkat bunga penjaminan untuk valuta asing di bank umum. 

Dengan demikian, tingkat bunga penjaminan LPS untuk simpanan rupiah di Bank Umum menjadi 5,25 persen, simpanan rupiah di BPR 7,75 persen, sementara Tingkat Bunga Penjaminan untuk valuta asing di Bank Umum tetap sebesar 1,50 persen.

LPS juga telah menerbitkan peraturan pelaksanaan dari PP Nomor 33 Tahun 2020 yang telah diterbitkan Pemerintah sebagai bagian dari langkah antisipasi atas ancaman yang membahayakan perekonomian nasional penanganan permasalahan stabilitas sistem keuangan.

"Selain peraturan pelaksanaan tersebut, LPS bersama BI dan OJK telah menyusun Nota Kesepahaman sebagai tindak lanjut dari implementasi PP Nomor 33 Tahun 2020," kata Halim menambahkan.

Reporter: Ihya Ulum Aldin