Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan kembali menunjuk perusahaan digital yang wajib memungut pajak pertambahan nilai atas barang dan jasa digital yang dijual kepada pelanggan di Indonesia. Kali ini, terdapat 10 perusahaan yang akan memungut PPN produk digital.
Sepuluh pelaku usaha yang telah menerima surat keterangan terdaftar dan nomor identitas perpajakan sebagai pemungut PPN pada gelombang kedua ini adalah Facebook Ireland Ltd., Facebook Payments International Ltd., Facebook Technologies International Ltd.
Kemudian Amazon.com Services LLC, Audible, Inc., Alexa Internet, Audible Ltd., Apple Distribution International Ltd., TikTok Pte. Ltd., serta The Walt Disney Company (Southeast Asia) Pte. Ltd.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan bahwa penunjukan sepuluh entitas ini menjadikan total pemungut PPN produk digital luar negeri menjadi 16 perusahaan.
"Dengan penunjukan ini maka sejak 1 September 2020 10 pelaku usaha tersebut akan mulai memungut PPN atas produk dan layanan digital yang mereka jual kepada konsumen di Indonesia," tulis Yoga dalam keterangan resminya, Jumat (7/8).
Lebih lanjut, jumlah PPN yang harus dibayar pelanggan adalah 10% dari harga sebelum pajak. Angka tersebut wajib dicantumkan pada kuitansi atau invoice yang diterbitkan penjual sebagai bukti pungut PPN.
Yoga mengungkapkan bahwa pihaknya terus mengidentifikasi dan aktif menjalin komunikasi dengan sejumlah perusahaan lain yang menjual produk digital luar negeri ke Indonesa. Tujuannya, untuk mensosialisasi dan mengetahui kesiapan mereka agar pelaku usaha yang ditunjuk sebagai pemungut PPN produk digital terus bertambah.
Dia pun mengapresiasi langkah-langkah proaktif yang diambil sejumlah perusahaan yang telah ditunjuk sebagai pemungut PPN.
"Kami berharap seluruh perusahaan yang telah memenuhi kriteria, termasuk penjualan Rp 600 juta setahun atau Rp 50 juta per bulan dapat mengambil inisiatif dan menginformasikan supaya proses persiapan penunjukan termasuk sosialisasi secara one-on-one dapat segera dilaksanakan," ujarnya.
PPN atas pemanfaatan produk digital dari luar negeri bukan merupakan jenis pajak baru karena telah lama diatur dalam UU PPN. Namun, kurang efektif karena hanya mengandalkan pemungutan dan penyetoran sendiri oleh pembeli/konsumen yang sifatnya retail dan masif dalam ekonomi digital saat ini.
Untuk meningkatkan efektivitas dan kesederhanaan maka pemerintah mengubah mekanisme pemungutan PPN tersebut menjadi dipungut oleh penjual produk digital luar negeri. Pemungutan PPN ini juga merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menciptakan kesetaraan berusaha bagi semua pelaku usaha khususnya antara pelaku di dalam negeri maupun di luar negeri, serta antara usaha konvensional dan usaha digital.
PPN yang dibayarkan kepada pelaku usaha luar negeri atas pembelian barang atau jasa yang digunakan dalam kegiatan usaha dapat diklaim sebagai pajak masukan oleh pengusaha kena pajak.
Untuk dapat mengkreditkan pajak masukan, pengusaha kena pajak selaku pembeli harus memberitahukan nama dan NPWP kepada penjual untuk dicantumkan pada bukti pungut PPN agar memenuhi syarat sebagai dokumen yang dipersamakan dengan faktur pajak.
Apabila bukti pungut belum mencantumkan informasi nama dan NPWP pembeli, maka pajak masukan tetap dapat dikreditkan. Tetapi, sepanjang bukti pungut mencantumkan alamat email pembeli yang terdaftar sebagai alamat email pengusaha kena pajak pada sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak.
"Atau terdapat dokumen yang menunjukkan bahwa akun pembeli pada sistem elektronik penjual memuat nama dan NPWP pembeli, atau alamat email," kata dia.
Adapun PPN merupakan sumber perpajakan terbesar kedua Indonesia setelah pajak penghasilan sektor non-migas. Sepanjang tahun ini hingga April 2020, realisasi penerimaan PPN mencapai Rp 132,8 triliun. Struktur realisasi pajak dapat dilihat pada databoks berikut.