Industri Otomotif RI Lihat Berkah dari Resesi Jepang dan Thailand

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/hp.
Sejumlah mobil terparkir saat akan diekspor di dermaga IPC Car Terminal, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (4/8/2020).
19/8/2020, 20.44 WIB

Dihubungi secara terpisah, Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance atau Indef Tauhid Ahmad pun membenarkan perdagangan di sektor otomotif tak terlalu terdampak dari resesi kedua negara. Dampaknya hanya akan terasa pada komoditas-komoditas lain di luar sektor otomotif.

Tauhid menjelaskan, secara keseluruhan perdagangan dengan kedua negara telah mengalami kontraksi yang cukup dalam. Nilai perdagangan dengan Jepang pada periode Januari - Mei 2019 sebesar US$ 13,2 miliar atau setara Rp 193,6 triliun turun 16,38% yoy menjadi US$ 11,1 miliar atau setara Rp 162,8 triliun.

Sedangkan nilai perdagangan dengan Thailand pada periode tersebut sebesar US$ 6,786 miliar atau setara Rp 99,5 triliun, turun 19,6% yoy menjadi US$ 5,426 miliar atau setara Rp 79,6 triliun. "Artinya dampaknya sangat jelas negara tersebut memiliki peran yang penting terhadap ekonomi kita," kata dia.

Seperti diketahui, perekonomian Thailand pada kuartal II 2020 mengalami kontraksi tahunan terbesar sejak krisis keuangan Asia akibat dampak virus corona. Ekonomi Thailand terkontaksi 12,2% yoy atau 9,4% dibanding kuartal sebelumnya (quarter to quarter/q to q).

Pemerintah Thailand pun memangkas proyeksi produk domestik bruto pada tahun ini dan mengumumkan lebih banyak stimulus. Penurunan kunjungan wisatawan asing hingga 100% memberikan pukulan terbesar bagi perekonomian terbesar kedua di Asia Tenggara ini.

Sementara itu ekonomi Jepang menyusut hingga 27,8% yoy pada April-Juni 2020 yang meripakan kontraksi ekonomi terbesar sejak data pembanding tersedia mulai 1980. Ekonomi Jepang telah memasuki resesi sejak kuartal I. Ini adalah kontraksi kuartalan ketiga secara berturut-turut.

Halaman:
Reporter: Tri Kurnia Yunianto