10 Juta Gen Z Masih Menganggur, Terbanyak Perempuan dan Lulusan SMA

Ferrika Lukmana Sari
21 Mei 2024, 04:58
Menganggur
Fauza Syahputra|Katadata
Petugas menjelaskan lowongan pekerjaan yang tersedia kepada pencari kerja saat acara Jakarta Job Fair di Mal Season City, Jakarta Barat, Selasa (14/5/2024). Job fair yang digelar oleh Suku Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi Kota Administrasi Jakarta Barat tersebut bertujuan untuk mengurangi angka pengangguran dengan menyediakan sebanyak 2000 lowongan pekerjaan.
Button AI Summarize

Sebanyak 9,9 juta atau nyaris 10 juta anak muda usia 15-24 tahun di Indonesia masih menganggur. Hal ini berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk periode Agustus 2023.

BPS mendefinisikan mereka sebagai penduduk usia muda yang berada di luar sistem pendidikan, tidak sedang bekerja, dan tidak menjalani pelatihan (NEET). Mereka masuk dalam kelompok generasi z atau gen z.

Jumlah pengangguran muda ini mencapai 22,25% dari total penduduk usia muda di Indonesia, di mana mayoritas merupakan perempuan yang mencapai 5,73 juta orang, atau setara 26,54% dari total generasi muda perempuan. Sementara laki-laki mencapai 4,17% juta orang (18,21%).

Jika dilihat kelompok umurnya, generasi muda NEET paling banyak di rentang usia 20-24 tahun mencapai 6,46 juta dan usia 15-19 tahun sebanyak 3,44 juta orang. Pengangguran muda ini paling banyak lulusan sekolah menengah atas (SMA) dengan jumlah 3,57 juta orang.

Kemudian lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) mencapai 2,29 juta orang, lulusan sekolah menengah pertama (SMP) jumlahnya 1,84 juta orang, dan sekolah dasar (SD) sebanyak 1,63 juta. Lalu lulusan universitas 452.713 orang dan lulusan diploma 108.464 orang. 

Sementara berdasarkan tempat tinggal, tercatat sebanyak 5,2 juta atau 20,40% merupakan anak muda yang tinggal di daerah perkotaan dan 4,6 juta atau 24,79% anak muda yang tinggal di perdesaan yang tergolong dalam kategori NEET.

Ada berbagai alasan yang membuat anak muda ini masih menganggur atau belum memiliki pekerjaan mulai dari putus asa, disabilitas, kurangnya akses transporstasi dan pendidikan, keterbatasan finansial, kewajiban rumah tangga dan sebagainya.

Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai, ada dua faktor yang menyebabkan gen z di Indonesia masih menganggur. Pertama, daya saing pemuda Indonesia yang jauh lebih rendah dibandingkan pemuda dari negara ASEAN lain.

"Kita tahun NEET pemuda kita termasuk lebih tinggi dibandingkan ASEAN tapi kualitas pendidikan kita sangat memprihatinkan," kata Nailul kepada Katadata.co.id, Senin (20/5).

Akibatnya, human capital index Indonesia akhirnya tertinggal dibandingkan dengan negara lain. Maka penting bagi pemerintah untuk segera menurunkan uang kuliat tunggal (UKT) yang dinilai terlalu mahal. Agar masyarakat bisa meneruskan ke perguruan tinggi.

Faktor kedua, terdapat missmatch atau ketidakcocokan antara industri dan pendidikan yang terjadi hingga saat ini. Industri masih kebingunan pada lulusan dalam negeri yang tidak sesuai kualifikasi kebutuhan industri.

"Diploma yang dibangun di suatu wilayah kadang tidak sesuai dengan sektor unggulan daerah tersebut. Akhirnya tidak terserap oleh industri," kata Nailul.

Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti juga setuju dengan pernyataan Nailul bahwa pendidikan Indonesia masih belum sesuai dengan kebutuhan pasar.

"Kadang butuh sarja pertanian tapi yang lamar semua juruan. Kemudian pasar tenaga kerja butuh lulusan D3 tapi yang lamar lulusan S1. Artinya, angka kerja kita tidak sesuai dengan kebutuhan kerja," kata dia.

Esther juga menyoroti kebijakan pemerintah yang belum serius membenahi sistem pendidikan di Indonesia. Dia berharap pemerintah bisa meniru Cina dalam memberikan banyak beasiswa bagi para pelajar yang ingin kuliah di luar negeri.

Dalam hal ini, Cina menerapkan skema timbal balik bagi negara yang memberikan biaya pendidikan gratis bagi pelajar Cina. Timbal baliknya, berupa insentif atau potongan pajak jika negara tersebut berinvestasi di Cina.

Selain itu, dia minta anggaran pendidikan terus dipantau agar bisa tepat sasaran walau alokasi anggaran pendidikan masih lebih rendah dari negara lain, yaitu mencapai 20% terhadap Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Pemerintah juga diminta untuk membenahi kesejangan pendidikan yang tidak merata antar daerah. Dengan memperbaiki kualitas pendidikan, sarana-prasarana sekolah dan kesejahteraan guru. "Jadi guru-guru mau dikim ke pelosok kalau tunjangannya lebih besar, dengan begitu orang-orang pintar bisa sampai ke pelosok, tidak hanya di Jawa," ujarnya.

Reporter: Ferrika Lukmana Sari

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...