Pemerintah menganggarkan dana pemulihan ekonomi nasional mencapai Rp 695 triliun pada tahun ini. Dana tersebut sebagian besar dibiayai dari penarikan utang melalui penerbitan surat berharga negara bertenor panjang.
Head of Environmental Studies LPEM UI Alin Halimatussadiah menjelaskan aspek keberlanjutan penting untuk masuk dalam program pemulihan ekonomi nasional. Hal ini terutama lantaran sebagian besar dana pemulihan ekonomi nasional akan dibayarkan oleh generasi mendatang.
"Hampir Rp 700 triliun digunakan pemulihan ekonomi dan kita meminjam dari generasi mendatang. Jadi dalam pengambilan setiap keputusan harus melihat dampaknya untuk generasi mendatang," ujar Alin dalam Webinar Sustainable Economic Recovery in Indonesia : Opportunities and Challanges bagian dari SAFE Forum 2020 yang diselengarakan Katadata.co.id, Selasa (25/8)
Banyak negara yang mulai berpikir bagaimana membangun ulang ekonomi di tengah masa pandemi ini, terutama terkait dengan aspek keberlanjutan. Indonesia pun, menurut dia, seharusnya tak ketinggalan untuk memanfaatkan kondisi pandemi ini sebagai langkah menata ulang perekonomian. "Telatnya pengambilan keputusan terkait sustainability saat ini dapat berdampak panjang. Ini merupakan tanggung jawab untuk generasi mendatang," katanya.
Ia pun menillai proyek-proyek infrastruktur yang saat ini terhambat dari sisi pembiayaan memberikan waktu bagi pemerintah untuk memikirkan perencaaan infrastruktur yang lebih berkelanjutan.
Berdasarkan pemetaan yang dibuat Louhan Academy pada Juli 2020 terkait Global Recovery Respons, Indonesia saat ini masih dalam fase memgatasi pendemi. Namun demikian perlu dipikirkan langkah pemulihan ekonomi yang lebih berkelanjutan.
Ia menyebutkan terdapat tujuh strategi yang perlu dipikirkan pemerintah untuk mencapai pemulihan berkelanjutan. Pertama, menentukan sektor yang akan diprioritaskan. LPEM UI mengusulkan sejumlah sektor yang dapat diprioritaskan pemerintah, antara lain agriculture terkait pangan, perkebunan sawit, alat medis teknologi rendah dan farmasi termasuk obat-obatan herbal, pengelolaan hutan sosial, hingga industri energi ramah lingkungan seperti pembangkit listrik tenaga surya yang menyerap cukup banyak tenaga kerja.
Kedua, pemerintah perlu memikirkan bagaimana mendorong penyerapan tenaga kerja. Ketiga mendapatkan manfaat ganda dari kebijakan bantuan tunai. Manfaat ganda untuk ekonomi berkelanjutan dapat diperoleh melalui kebijakan bantuan tunai dengan menambah syarat bagi penerima, seperti tidak boleh melalukan pembabatan hutan dan penangkapan ikan secara ilegal atau menggunakan metode ilegal yang merusak lingkungan.
Keempat, membuat dukungan pendanaan lebih berdampak. Hal ini dapat berlaku bagi dukungan pendanaan pada rumah tangga, UMKM, maupun perusahaan dengan memberikan syarat terkait pengelolaan lingkungan.
Kelima, mengelola anggaran yang berkelanjutan. Penerimaan negara yang sedang terpukul dapat dioptimalkan dengan menaikkan penerimaan dari pengelolaan sumber daya alam yang juga dapat memberikan efek positif pada pelestarian lingkungan.
Keenam, menjalankan program secara pintar dan efisien. Ketujuh, melakukan pentahapan dalam penerapan strategi mencapai ekonomi berkelanjutan.
Kepala Ekonom PT Sarana Multi Infrastruktur I Kadek Dian Sutrisna Artha juga menilai pandemi Covid-19 membantu lingkungan memulihkan diri seiring polusi yang berkurang karena sektor transportasi minim mobilitas. Namun, ini bersifat temporer. Ia pun menilai kondisi saat ini menjadi waktu yang tepat untuk memikirkan pembangunan berkelanjutan untuk jangka panjang.
"Pembangunan tidak hanya harus fokus untuk manfaat saat ini, tetapi juga masa depan," katanya.
Krisis ekonomi saat ini bukan disebabkan oleh faktor ekonomi seperti yang terjadi sebelum-sebelumnya, tetapi juga kesehatan. Ke depan, krsisi bukan mustahil krisis ekonomi dipicu oleh kerusakan lingkungan.
Sementara itu, Staf Ahli Menteri Keuangan Masyita Crystalin menyebut, pemerintah saat ini telah fokus pada sejumlah program berkelanjutan, terutama untuk mencapai sustainable development goals. Fokus keberlanjutan antara lain juga berlaku pada kebijakan fiskal. "IMF membantu negara berpendapatan menengah rendah yang punya fokus sustainable. Dalam environment, Indonesia termasuk emerging market yang kebijakan fiskal-nya berkelanjutan." ujarnya.
Pemerintah pada 2021 juga akan kembali menganggarkan dana untuk pemulihan ekonomi akibat dampak pandemi Covid-19 sebesar Rp 365.5 triliun. Mayoritas dana akan digunakan untuk perlindungan sosial.
Penyumbang Bahan: Agatha Lintang