Kejar Peringkat Daya Saing Vietnam, RI Butuh Reformasi Struktural

Adi Maulana Ibrahim|Katadata
Ilustrasi. Peringkat daya saing Indonesia stagnan di posisi ke-73 dari 190 negara dalam dua tahun terakhir
20/10/2020, 13.56 WIB

Menurut Yusuf, hal yang paling terlihat ialah EoDB untuk peringkat hanya melakukan pengukuran pada dua kota besar saja yaitu Jakarta dan Surabaya. Ini tidak dapat secara utuh menggambarkan proses deregulasi yang dilakukan di Indonesia. Apalagi, setiap daerah tentu mempunyai dinamika permasalahan yang berbeda.

EoDB juga dinilai menyederhanakan kompleksitas masalah dalam ekonomi pada beberapa poin penilaian saja. Perbaikan peringkat EODB yang sempat terjadi sebelum akhirnya stagnan pada 2018 dan 2019 tak tercermin pada  deindustrialisasi dini yang terjadi. "Padahal industrialisasi merupakan salah satu langkah yang perlu ditempuh dalam upaya pemulihan ekonomi," kata dia.

Peringkat daya saing yang tertinggal menjadi salah satu alasan pemerintah perlu menerbitkan UU Cipta Kerja. Omnibus Law yang disahkan dalam rapat Paripurna DPR RI pada 5 Oktober 2020 bertujuan menyelesaikan hambatan dan memperbaiki iklim investasi di dalam negeri 

Berdasarkan Laporan EoDB 2020, peringkat kemudahan berbisnis Indonesia stagnan di 73. Kendati demikian, skor EoDB yang diperoleh Indonesia meningkat tipis dari 68,2 pada 2019 menjadi 69,6. Selain itu, Bank Dunia menilai Indonesia agresif dalam melakukan reformasi kemudahan berbisnis setelah Tiongkok.

Namun, masih terdapat lima indikator yang di bawah skor EoDB. Indikator ini adalah penegakan kontrak sebesar 49,1, pendaftaran properti 60, dan perizinan konstruksi 66,8. Selanjutnya, perdagangan lintas batas 67,5 dan penyelesaian pailit 68,1.

Bank Dunia pada akhir bulan lalu mengumumkan penghentian sementara publikasi laporan "Doing Business" untuk menyelidiki penyimpangan pengumpulan data dalam peringkat tahunan iklim bisnis dan investasi negara.  

“Publikasi laporan Doing Business akan dihentikan sementara saat kami melakukan penilaian,” kata Bank Dunia. 

Laporan Doing Business telah lama menjadi kontroversi karena memeringkat negara-negara berdasarkan indikator bagaimana birokrasi dan peraturan pemerintah mempengaruhi - dan seringkali membatasi - daya tarik mereka sebagai tujuan investasi bisnis.

Laporan ini mendapat kecaman pada awal 2018 ketika kepala ekonom Bank Dunia saat itu, Paul Romer, mengatakan perubahan metodologis pada laporan itu mungkin bias terhadap Presiden Chili saat itu, Michelle Bachelet.

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria