Pola Konsumsi Bergeser, Masyarakat Menengah Atas Belanja Barang Hobi
Pandemi Covid-19 menimbulkan pergeseran pola belanja pada masyarakat, terutama kelompok menengah atas. Ekonom Chatib Basri menyebut, kelompok masyarakat ini meningkatkan konsumsinya untuk belanja kebutuhan yang terkait dengan hobi.
"Belanja untuk kebutuhan hobi meningkat dan bahkan sudah di atas normal. Ini yang menjelaskan kalau kita mau membeli sepeda di Jakarta itu sampai inden," ujar Chatib dalam Mandiri Webinar Series: Dunia Pasca Pandemi, Ada Apa dengan 2021, Rabu (2/12).
Chatib menjelaskan, kelompok menengah atas selama pandemi mengurangi konsumsi barang esensial dan meningkatkan belanja pada kebutuhan barang terkait hobi. Hal ini yang mendorong peningkatan permintaan tak hanya pada sepeda, tetapi juga pada ikan hias, tanaman, dan produk lain terkait hobi.
"Karena kerja di rumah, maka harus ada aktivitas yang dilakukan di rumah. Berkebun dan sebagainya. Mereka yang mampu menangkap perubahan ini akan punya pasar," katanya.
Namun secara keseluruhan, menurut Chatib, belanja kelompok menengah atas masih jauh dari normal. Konsumsi kelompok ini turun lebih signifikan dari menengah bawah. Ini karena sebagian besar konsumsi kelompok menengah atas selama ini membutuhkan mobilitas tinggi.
"Seperti traveling atau membeli barang mewah. Orang masih ragu membeli barang mahal secara online seperti mobil, itu kan harus dilihat," katanya.
Hal ini membuat sektor transportasi, hotel, dan pariwisata anjlok paling dalam dan sulit pulih. Orang sebenarnya masih melakukan aktivitas pariwisata. Namun, dengan sejumlah penyesuaian.
"Orang sekarang banyak yang memilih untuk road trip, kemudian tinggal di resort yang lebih private. Permintaan untuk resort ini terbukti masih relatif lebih tinggi," ujarnya.
Pendiri Ancora Group Gita Wirjawan mengatakan ketersediaan vaksin virus corona dan kemampuan melakuan vaksinasi secara luas akan memengaruhi pemulihan daya beli masyarakat pada 2021. Namun, ketidakpastian ekonomi dan dunia usaha masih bisa berlanjut hingga 2-3 tahun ke depan.
Ini karena tingkat pengetesan Covid-19 yang baru sekitar 2,1% dari populasi di Indonesia belum menggambarkan kondisi pandemi secara keseluruhan untuk pengambilan keputusan.
“Selama ketidakpastian sangat terkait dengan asimetri informasi, maka akan terus membuahkan ketidakpastian,” kata Gita.
CEO Hijup Diajeng Lestari menyebut kondisi Pandemi Covid-19 membuat banyak orang terpaksa berbelanja kebutuhan, termasuk sandang secara digital. Permintaan terhadap produk pakaian pun masih cukup tinggi, apalagi para mitra mampu memberikan potongan harga dengan sejumlah langkah efisiensi.
"Kami menemukan sistem baru untuk efisiensi sehingga menciptakan pertumbuhan yang jauh lebih baik, bahkan melampaui sebelum pandemi," ujarnya.
Diajeng menilai tetap ada peluang-peluang baru yang dapat tercipta saat krisis. "Ketika krisis terjadi, kita perlu cermat untuk melihat peluang," katanya.