Belanja Bansos Lampaui Target 2020, Defisit APBN per November Rp 884 T

Donang Wahyu|KATADATA
Ilustrasi. Pendapatan negara pada November 2020 terkontraksi 15,1% dari Rp 1.676,7 triliun pada periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 1.423 triliun.
21/12/2020, 16.25 WIB

Kementerian Keuangan mencatat defisit APBN telah mencapai Rp 883,7 triliun atau 5,6% terhadap Produk Domestik Bruto per November 2020. Pelebaran defisit disebabkan melonjaknya belanja bansos di tengah pendapatan negara yang masih seret.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, pertumbuhan belanja bansos yang sangat tinggi guna melindungi konsumsi masyarakat miskin dan rentan selama pandemi. "Kenaikan defisit menggambarkan Covid-19 mempengaruhi ekonomi dan keuangan negara," ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTa Desember 2020 secara virtual, Senin (21/12).

Realisasi belanja bansos tercatat Rp 191,4 triliun, atau  mecapai 112,1% dari pagu Rp 170,7 triliun. Realisasi bansos ini meningkat  80,7% secara tahunan terutama dipengaruhi oleh pelaksanaan jaring pengaman sosial masa pandemi, bantuan premi Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional, serta pelaksanaan Kartu Indonesia Pintar Kuliah yang mulai tahun 2020.

Secara perinci, penyerapan belanja bansos terdiri dari dana penanggulangan bencana Rp 5,3 triliun, bansos tunai, sembako, dan lainnya Rp 45,8 triliun, kartu sembako Rp 41,5 triliun. Kemudian, Program Keluarga Harapan Rp 36,7 triliun, PBI JKN Rp 44,6 triliun, KIP Kuliah Rp 6,8 triliun, dan Program Indonesia Pintar Rp 10 triliun.

Ia mengatakan perkembangan belanja bansos tersebut membuat pengeluaran negara naik 12,7% dari Rp 2.046,6 triliun pada November 2019 menjadi Rp 2.306,7 triliun pada November 2020. "Ini kenaikan belanja yang dipakai untuk penanganan pandemi dan dampaknya,"katanya.

Belanja negara terdiri dari pengeluaran pemerintah pusat Rp 1.558,7 triliun dan Transfer Ke Daerah dan Dana Desa Rp 748 triliun. Pengeluaran pemerintah yang naik 20,5% dari Rp 1.293,6 triliun meliputi belanja Kementerian/Lembaga Rp 852,2 triliun dan belanja non K/L Rp 706,5 triliun. Sementara TKDD yang terkontraksi 0,7% dari Rp 752,9 triliun terdiri atas transfer ke daerah Rp 682,9 triliun serta dana desa Rp 65,1 triliun.

Adapun pendapatan negara terkontraksi 15,1% dari Rp 1.676,7 triliun menjadi Rp 1.423 triliun. Pemasukan itu terdiri dari penerimaan perpajakan Rp 1.108,8 triliun, Penerimaan Negara Bukan Pajak Rp 304,9 triliun, dan hibah Rp 9,3 triliun.

Penerimaan perpajakan terkontraksi 15,5% dari Rp 1.312,4 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Penerimaan pajak terkontraksi 18,55% dari periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 925,34 triliun, sedangkan penerimaan kepabeanan dan cukai  tumbuh 4,1% menjadi Rp 183,5 triliun.

Dengan adanya defisit tersebut, pembiayaan anggaran tercatat Rp 1.104,8 triliun, tumbuh 162,1% dari Rp 421,5 triliun. Sehingga, terdapat sisa lebih pembiayaan anggaran Rp 221,1 triliun

Pembiayaan anggaran terdiri atas pembiayaan utang Rp 1.065,1 triliun, pembiayaan investasi minus Rp 29,6 triliun. Lalu, pemberian pinjaman Rp 2,3 triliun, kewajiban pinjaman minus Rp 3,6 triliun, serta pembiayaan lainnya RP 70,6 triliun.

Meski defisit kian melebar, Direktur Riset Center Of Refom on Economics Piter Abdullah Redjalam memperkirakan kekurangan APBN tidak akan melewati target Rp 1.039,2 triliun atau 6,34% PDB. "Walaupun akan ada kenaikan belanja vaksin tetapi realisasi anggaran secara keseluruhan jauh di bawah perencanaan," kata Piter kepada Katadata.co.id, Senin (21/12).

Belanja negara pada Desember 2020 diramal akan melonjak karena adanya pembelian vaksin pada 6 Desember 2020 lalu. Belum lagi, pemerintah pastinya menggenjot pengeluaran sampai detail terakhir.

Bank Indonesia sebelumnya menegaskan ikut berpartisipasi dalam pembelian 1,2 juta vaksin corona pada awal bulan ini. Partisipasi tersebut berupa pembagian beban atau burden sharing bank sentral melalui pembelian Surat Berharga Negara secara langsung sebanyak Rp 397,56 triliun.

Reporter: Agatha Olivia Victoria