Bank Indonesia sudah menurunkan bunga acuan ke level terendah sepanjang sejarah 3,75% yang mulai diikuti dengan penurunan bunga simpanan dan pinjaman. Namun kredit masih tumbuh lemah dan Otoritas Jasa Keuangan memproyeksikan belum akan kembali ke level sebelum pandemi pada tahun ini, hanya mencapai 6-7%.
Ketua Himpunan Bank Milik Negara Sunarso menjelaskan, tren penurunan suku bunga pinjaman baik produktif maupun konsumtif sebenarnya berlangsung sejak 2015 seiring langkah bank sentral mengubah bunga acuan menjadi BI 7-days reverse repo rate. Perbankan bahkan menurunkan bunga pinjaman saat bunga acuan BI naik pada 2018.
Meski demikian, menurut dia, penurunan suku bunga tak diikuti dengan kenaikan pertumbuhan kredit. Sebaliknya, laju kredit perbankan menghadapi tren penurunan, termasuk kredit di Bank Himbara sejak 2012 saat suku bunga justru cenderung menurun.
Penurunan suku bunga KUR juga tak mendorong agregat pinjaman perbankan. Saat suku bunga KUR turun signifikan pada 2015 dan 2016, pertumbuhan kredit jugtru turun hingga di bawah 10%.
"Tahun 2020, penyaluran kredit BRI untuk sektor ultra mikro dan mikro tumbuh dua digit. Tapi ketika mulai naik ke segmen kecil, menengah, sudah semakin berat pertumbuhannya, bahkan menurun, apalagi kredit korporasi," ujar Sunarso yang juga menjabat sebagai dirut BRI saat berbincang dengan para pemimpin redaksi, Rabu (6/1).
Dengan melihat kondisi tersebut, Sunarso mengatakan bunga pinjaman bukan faktor utama pendorong pertumbuhan kredit. Variabel yang paling sensitif terhadap kredit adalah konsumsi rumah tangga dan daya beli masyarakat.
Himbara menilai pertumbuhan kredit perlu dibebankan secara proporsional di industri perbankan. Bank Himbara saat ini mendominasi pangsa pasar dari sisi pinjaman dan simpanan.
"Bank-bank BUMN tidak menjadi market leader cost of fund sehingga ada keterbatasan untuk memimpin penurunan bunga kredit. Ada bank swasta yang biaya dananya lebih rendah," katanya.
Berdasarkan data Himbara, terdapat bank swasta nasional yang memiliki biaya dana hanya 1,47%, turun 0,53% secara tahunan. Sementara biaya dana BRI hanya turun 0,08% secara tahunan menjadi 3,45%, Bank Mandiri turun 0,4% menjadi 2,77%, BNI turun 0,34% menjadi 2,86%, dan BTN turun 0,31% menjadi 5,56%.
"Ada beberapa penyebabnya, terutama karena masih adanya simpanan-simpanan berbiaya mahal (deposito) di bank BUMN. Bank-bank BUMN menarik simpanan yang lebih besar, yang konsekuensinya mempengaruhi besaran bunga simpanan," ujarnya
Rata-rata simpanan bank BUMN tumbuh dua digit hingga September 2020. BRI mencatatkan pertumbuhan paling tinggi mencapai 15,98%, disusul Bank Mandiri 13,44%, BNI 9,93%, dan BTN 4,11%. Sementara pinjaman BRI tumbuh 15,87%, Bank Mandiri 13,38%, BNI 9,92%, dan BTN 4,17%.
Pertumbuhan simpanan dan pinjaman bank-bank BUMN lebih tinggi dibandingkan industri. Berdasarkan data uang beredar BI, penyaluran kredit perbankan pada September 2020 minus 0,4% secara tahunan. Sementara itu, pertumbuhan simpanan secara industri mencapai 12,1%.
Bank-bank BUMN saat ini juga menjadi mitra utama pemerintah dalam implementasi program pemulihan ekonomi nasional di luar restrukturisasi. Total dana yang telah disalurkan hingga Oktober mencapai Rp 192,24 triliun kepada 28,91 juta debitur.
Penyaluran dana dilakukan dalam bentuk kredit dari penempatan uang negara sebesar Rp 141,23 triliun, penyaluran kredit UMKM dari program penjaminan kredit dan subsidi bunga sebesar Rp 9,77 triliun dan Rp 4,76 triliun.
Lalu penyaluran kredit dari penjaminan korporasi padat karya sebesar Rp 180 miliar, KUR supermikro Rp 5,21 triliun, hingga bantuan produktif usaha mikro dan subsidi gaji pekerja/buruh masing-masing mencapai Rp 15,94 triliun dan Rp 15,5 triliun.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso memproyeksi kredit pada tahun depan belum akan normal dan tumbuh 6-7%. Target yang rendah memperhitungkan kemungkinan penurunan kredit pada 2020.
"Target itu pun dengan asumsi berbagai program seperti restrukturisasi bisa berjalan pada tahun depan," kata Wimboh dalam dalam Outlook Perekonomian Indonesia 2021, akhir bulan lalu.
OJK telah memperpanjang retrukturisasi kredit hingga Maret 2022. Menurut Wimboh, para debitur membutuhkan waktu yang lebih lama untuk pulih.
Lebih optimistis, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memperkirakan kredit akan tumbuh hingga 7-9% pada tahun depan. Hal tersebut bersumber dari pemulihan ekonomi Indonesia yang akan semakin baik dari segi konsumsi, investasi, dan ekspor. Selain itu, vaksinasi akan berlangsung secara bertahap pada tahun 2021. "Ini akan memungkinkan mobilitas manusia semakin meningkat dan ekonomi semakin membaik," ujar Perry.