Ekspor-Impor Turun Tipis, Neraca Dagang Februari Surplus US$ 2 Miliar

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/aww.
Ilustrasi. BPS mencatat ekspor pada Februari naik 8,56% dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi US$ 15,27 miliar.
15/3/2021, 12.49 WIB

Badan Pusat Statistik mencatat neraca perdagangan pada Februari surplus US$ 2 miliar. Angka ini naik dibandingkan bulan sebelumnya US$ 1,96 miliar tetapi turun dari Februari 2020 sebesar US$ 2,3 miliar.  Surplus tersebut muncul dari kinerja ekspor dan impor yang turun tipis dibandingkan Januari, tetapi tumbuh dibandingkan periode sama tahun lalu.

Kepala BPS Suariyanto menjelaskan, ekspor bulan lalu, tumbuh 8,56% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya menjadi US$ 15,27 miliar, tetapi turun 0,49% dibandingkan Januari 2021. Impor juga naik dibandingkan periode yang sama tahun lalu dari US$ 11,55 miliar menjadi US$ 13,26 miliar, tetapi turun 0,49% dibandingkan Januari.

"Performa ekspor dan impor bisa dibilang cukup bagus," ujar Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers, Senin (15/3). 

Suhariyanto menjelaskan, ekspor migas turun 2,6% dibandingkan bulan sebelumnya tetapi naik 6,9% menjadi US$ 860,6 juta secara tahunan.  Sedangkan ekspor nonmigas turun 0,04% dibandingkan Januari, tetapi naik 8,67% dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi US$ 14,4 miliar.

"Penurunan terbesar ekspor nonmigas Februari 2021 dibandingkan bulan sebelumnya terjadi pada lemak dan minyak hewan/nabati sebesar 27,11% menjadi US$639,5 juta. Sedangkan peningkatan terbesar terjadi pada besi dan baja sebesar 24,2% menjadi US$240,7 juta," katanya.

Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari–Februari 2021 mencapai US$30,56 miliar atau naik 10,35% dibanding periode yang sama tahun lalu. Demikian juga  dengan ekspor nonmigas yang naik 10,53% menjadi  US$28,81 miliar.

Menurut sektor, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan Januari– Februari 2021 naik 10,29% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Demikian juga ekspor hasil pertanian naik 8,81 persen dan ekspor hasil tambang dan lainnya naik 12,19 persen.

"Ekspor nonmigas terbesar masih ke Tiongkok, yaitu US$2,95 miliar, disusul Amerika Serikat US$1,86 miliar, dan Jepang US$1,20 miliar. Kontribusi ketiganya mencapai 41,77%," ujarnya.

Suhariyanto juga menjelaskan, kinerja impor menunjukkan perbaikan meski turun secara bulanan. Hal ini diindikasikan dari pertumbuhan impor secara tahunan yang mencapai 14,86%.  "Sepanjang  2020, pertumbuhan impor secara tahunan selalu negatif. Februari ini impor kita naik," katanya. 

Impor migas tercatat US$ 1,30 miliar, turun 15,95% dibandingkan bulan sebelumnya mapun periode yang sama tahun lalu mencapai 25,37%. Impor nonmigas tercatat US$11,96 miliar, naik 1,54% dibandingkan bulan sebelumnya atau naik 22,03% dibandingkan Februari 2020. 

Penurunan impor golongan barang nonmigas secara bulanan terbesar pada Februari 2021  terjadi produk farmasi yang mencapai 38,03% menjadi US$ 96,9 juta.  Sedangkan peningkatan terbesar terjadi pada mesin dan perlengkapan elektrik mencapai 10,03% menjadi US$172,8 juta.

Berdasarkan kelompok penggunaan barang, impor barang modal naik 1,6% dibandingkan bulan sebelumnya atau 17,68% dibandingkan Februari 2020 menjadi US$ 1,97 miliar. Impor bahan baku atau penolong turun 0,5% dibandingkan bulan sebelumnya tetapi tumbuh 11,53% dibandingkan Februari 2020 menjadi US$ 9,94 miliar, sedangkan impor konsumsi turun 13,78% dibandingkan bulan sebelumnya tetapi melonjak 4359% dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi US$ 1,41 miliar.

"Tiga negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Januari–Februari 2021 adalah Tiongkok US$ 8,06 miliar,  Jepang US$ 1,86 miliar, dan Singapura US$ 1,31 miliar," katanya. 

BPS mencatat neraca perdagangan secara kumulatif surplus mencapai U$ 3,96 miliar. Surplus tersebut lebih besar dibandingkan periode yang sama tahun lalu US$ 1,72 miliar. 

 Ekonom Mirae Asset Sekuritas Indonesia Anthony Kevin sebelumnya memperkirakan neraca dagang mencetak surplus US$ 2,1 miliar pada Februari. "Dengan eskpor tumbuh 6,75% secara tahunan dan impor naik 11,5%," kata Anthony dalam keterangan resminya, Jumat (12/3).

Pertumbuhan ekspor secara tahunan seiring dengan pemulihan ekonomi dunia yang terus berlanjut. Pada Februari 2021, indeks manufaktur dari seluruh mitra ekspor utama Indonesia membukukan ekspansi.

Anthony menjelaskan bahwa kenaikan harga minyak kelapa sawit yang pesat pada Februari mendongkrak nilai ekspor ke Tiongkok dan India. Keduanya merupakan pembeli utama minyak kelapa sawit dari Indonesia.

Sementara dari perspektif impor, aktivitas manufaktur Indonesia membukukan ekspansi selama empat bulan berturut hingga Februari. Dengan demikian, ia memproyeksi  impor bahan baku akan membukukan pertumbuhan positif secara tahunan.

Impor bahan baku sendiri berkontribusi sebesar 73% dari total impor Indonesia. "Jika benar impor tumbuh positif pada bulan Februari, maka akan menandai ekspansi pertama dalam 20 bulan," ujar dia.

Reporter: Agatha Olivia Victoria