Rendahnya Serapan Dana PEN Mengancam Momentum Pemulihan Ekonomi

Donang Wahyu|KATADATA
Ilustrasi. Pemerintah mencatat, rasio pencairan insentif sektor kesehatan masih menjadi yang terendah yakni hanya 14,2%.
18/5/2021, 18.09 WIB

Pemerintah mencatat, realisasi anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) hingga 11 Mei 2021 baru mencapai Rp 172,35 triliun atau 24% dari pagu Rp 699,43 triliun. Rendahnya serapan anggaran program tersebut dikhawatirkan akan menganggu ritme pemulihan ekonomi.

Ekonom Senior Yusuf Rendy Manilet mengatakan, masih rendahnya anggaran PEN terutama untuk kesehatan perlu menjadi perhatian pemerintah. Jangan sampai dengan realisasi yang rendah, program vaksinasi dan peningkatan kapasitas test, tracing dan isolasi tidak berjalan secara optimal dan pada muaranya akan menganggu ritme pemulihan ekonomi," kata Yusuf kepada Katadata.co.id, Selasa (18/5).

Hal tersebut, menurut dia, berlaku pula untuk program PEN di bidang lainnya seperti bantuan UMKM. Ia menilai bahwa proses pemulihan ekonomi juga akan banyak ditentukan oleh seberapa cepat sektor tersebut pulih secara optimal.

Yusuf  juga menyarankan agar pemerintah memperbaiki penerima bantuan UMKM agar tepat sasaran. "Ini berdasarkan evaluasi yang sudah ada," ujarnya.

Menurut dia, salah satu alasan proses pemulihan ekonomi berjalan lambat pada tahun lalu karena tren kasus Covid-19 yang masih tak menentu, serta tidak optimalnya perencanaan dan realisasi anggaran PEN kesehatan.

Namun di sisi lain, menurut dia, terjadi peningkatan konsumsi rumah tangga meskipun pada level yang terbatas ketika dana PEN perlindungan sosial mulai disalurkan. Kedua indikator tersebut menunjukkan peran penting PEN dalam proses pemulihan ekonomi.

Tahun ini, menurut dia, pemerintah sudah menyadari dan mengevaluasi berbagai kendala dalam program PEN. Tak heran, pos anggaran kesehatan mengalami kenaikan untuk program vaksinasi dan peningkatan kapasitas tes Covid-19.

Hingga 11 Mei, dana yang telah dicairkan pemerintah melalui program PEN mencapai Rp 172,3 triliun. Meski demikian, rasio pencairan insentif sektor kesehatan masih menjadi yang terendah yakni 14,2%. Adapun baru Rp 24,9 triliun dari total Rp 175 triliun dana sektor ini yang telah cair. Sedangkan rasio pencairan terbesar adalah insentif usaha yakni Rp 26,8 triliun atau 47,3 persen dari pagu Rp 56,7 triliun.

Sementara itu, nominal pencairan terbesar adalah program perlindungan sosial yakni Rp 56, triliun dari Rp 150,2 triliun. Di bawahnya adalah dukungan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan korporasi yakni Rp 42 triliun dari total Rp 193,5 triliun. “Lalu program prioritas yakni Rp 21,8 triliun atau 17,6 persen dari pagu Rp 123,6 triliun,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers virtual, Senin (17/5).

Airlangga juga memerinci dari total bantuan sosial. Rasio penyaluran terbesar berada pada pos bantuan sosial tunai yakni Rp 11,8 triliun atau 98,3 persen. Adapun nominal terbesar adalah program kartu sembako dengan besar pencairan Rp 17,2 triliun atau setara 38,2 persen.

Dia juga menyampaikan denyut ekonomi semakin berjalan. Dari data Bank Indonesia, peredaran uang tunai yang beredar selama Ramadhan mencapai Rp 154,5 triliun atau naik dari 41,5 persen dari hari raya tahun 2020. “Sementara penarikan uang tunai di Jabodetabek naik 61 persen menjadi Rp 38 triliun,” katanya. 

Pemerintah memperkirakan ekonomi pada kuartal kedua tahun ini dapat tumbuh di atas 7%. Sementara ekonomi sepanjang tahun ini ditargetkan tumbuh 4,5% hingga 5,5%. 

Reporter: Agatha Olivia Victoria