Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta kementerian/lembaga untuk menghemat belanja. Penghematan dilakukan dengan memangkas komponen tunjangan kinerja pada pembayaran gaji 13 PNS yang akan dicairkan pada awal Juni 2021.
Instruksi tersebut tertuang dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-408/MK.02/2021 tentang Penghematan Belanja Kementerian/Lembaga tahun 2021. Surat itu ditujukan kepada para Menteri Kabinet Kerja, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian, Para Kepala lembaga pemerintah non-kementerian, dan pimpinan kesekretariatan lembaga negara.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rahayu Puspasari mengatakan, instruksi dalam surat tersebut tidak akan mempengaruhi pembayaran gaji ke-13 yang telah diputuskan sebelumnya. "Tunjangan itu sudah terjadwal diberikan pada bulan Juni," kata Rahayu kepada Katadata.co.id, Jumat (21/5).
Hal serupa dinyatakan pula oleh Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo. Menurut dia, komponen gaji ke-13 sudah diputuskan lewat peraturan pemerintah (PP) sehingga tidak akan ada lagi perubahan.
PP yang dimaksud yakni PP Nomor 62 tahun 2021 yang berisi gaji ke-13 diberikan sebesar gaji atau pensiun pokok dan tunjangan yang melekat tanpa tunjangan kinerja dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara termasuk kemampuan keuangan daerah. Berdasarkan peraturan itu pula, Surat Menteri Keuangan tentang Penghematan Belanja Kementerian/Lembaga tahun 2021 dirilis.
Surat tersebut menyatakan, penghematan belanja kementerian/lembaga tahun 2021 diperlukan dalam rangka mengamankan pelaksanaan pengadaan vaksin dan program vaksinasi nasional, penanganan pandemi Covid-19, dukungan anggaran perlindungan sosial kepada masyarakat, serta percepatan pemulihan ekonomi nasional. Seluruh langkah tersebut merupakan bagian dari Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN.
Untuk memenuhi kebutuhan belanja program PEN, Sri Mulyani mengatakan bahwa perlu dilakukan kembali refocusing anggaran belanja kementerian/lembaga pada tahun ini. "Ini untuk menjaga defisit anggaran 2021 sesuai dengan proyeksi agar tercipta APBN yang hati-hati dan berkelanjutan," kata Sri Mulyani dalam surat yang ditulis pada Selasa (18/5).
Kementerian Keuangan mencatat defisit APBN sebesar Rp 144,2 triliun hingga Maret 2021. Jumlah itu meningkat 89,7% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu yang sebesar Rp 76 triliun.
Berkenaan dengan hal tersebut, kementerian/lembaga pun diminta untuk menghemat belanja dari alokasi tunjangan kinerja THR dan gaji ke-13. Langkah itu sebagai tindak lanjut dari PP Nomor 63 tahun 2021 dengan besaran sebagaimana tercantum dalam lampiran surat. Sumber penghematan belanja berasal dari rupiah murni dan nonrupiah murni (BLU), sepanjang alokasinya diperuntukan bagi pembayaran komponen tunjangan kinerja THR dan gaji ke-13.
Selanjutnya, kementerian/lembaga diminta untuk segera menyampaikan usul revisi anggaran dalam rangka penghematan belanja tahun 2021 kepada Kemenkeu melalui Direktorat Jenderal Anggaran, sesuai ketentuan dalam PMK Nomor 208/PMK.02/2020 tentang Tata Cara Revisi Anggaran TA 2021, paling lambat tanggal 28 Mei 2021. Jika usul revisi anggaran tidak disampaikan hingga tenggat waktu, maka akan dilakukan pemblokiran anggaran oleh Kemenkeu.
Keputusan Sri Mulyani untuk membayarkan THR dan gaji ke-13 tanpa tunjangan kinerja pada tahun ini menuai protes dari para Aparatur Sipil Negara. Protes disampaikan melalui petisi di laman Change.org berjudul "Bu Sri Mulyani, Mohon Penuhi Janjimu untuk Bayarkan THR dan Gaji ke-13 ASN Full". Petisi ini telah diteken lebih dari 21 ribu orang hingga Jumat (21/5).
Kebijakan THR pemerintah yang berlaku pada tahun ini yakni tanpa tunjangan kinerja sebenarnya serupa dengan tahun lalu. Namun, Romansyah yang memulai petisi tersebut menjelaskan, Sri Mulyani sudah berjanji untuk membayar THR PNS secara penuh.
Menurut Romansyah, jika Sri Mulyani tak berjanji sejak awal untuk membayar THR dan gaji ke-13 secara penuh, para PNS akan lebih siap memenuhi kebutuhan Lebaran dan sekolah anak dengan mencari sumber penerimaan lain atau lebih berhemat. Namun, keputusan besaran THR dan gaji ke-13 baru diumumkan menjelang pencairan. "Kami mohon Presiden Jokowi untuk meninjau kembali besaran THR dan Gaji ke-13 ASN Tahun 2021 agar memasukkan unsur tunjangan kinerja sebagaimana 2019," katanya
Sri Mulyani dalam konferensi pers nota keuangan APBN 2021 pernah mengatakan bahwa pemerintah akan mengembalikan pemberian THR dan gaji ke-13 sesuai dengan kebijakan tahun-tahun sebelumnya. "Pemerintah THR dan gaji ke-13 akan diberikan dengan penghitungan yang penuh yaitu sesuai dengan tunjangan kinerja mereka," ujar Sri Mulyani pada Agustus 2020.
Pada tahun lalu, pemerintah mengasumsikan pandemi Covid-19 mulai melandai pada tahun ini berkat vaksinasi. Dengan demikian, pemerintah saat itu hanya mengalokasikan anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 hanya dialokasikan Rp 356,5 triliun.
Namun dengan perkembangan kondisi pandemi yang masih terjadi dan tekanan ekonomi yang belum berakhir, pemerintah mengerek alokasi anggaran PEN tak lama setelah tahun anggaran 2021 dimulai. Tak tanggung-tanggung, alokasi anggaran PEN tahun ini naik hampir dua kali lipat menjadi Rp 699 triliun.
Sri Mulyani pada bulan lalu menjelaskan, THR dan gaji ke-13 PNS tahun ini yang tak mencakup tunjangan kinerja seperti tahun 2019 karena pemerintah masih fokus pada penanganan Covid-19. "Pemerintah terus mencoba menyeimbangkan berbagai tujuan yang saya tahu sangat penting sesuai arahan Pak Presiden. Ini agar ekonomi betul-betul bisa tertangani dan tetap memberikan PNS dan Polri hak mendapatkan THR," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers THR dan Gaji ke-13 pada bulan lalu.
Besaran gaji ke-13 yang dibayarkan akan setara dengan THR. .Berikut besaran maksimal THR dan Gaji ke-13 tahun 2021 yang dibayarkan kepada pimpinan, anggota, dan pegawai maupun nonpegawai aparatur sipil negara sesuai dengan PMK tersebut:
1. Pimpinan dan anggota nonstruktural:
a. Ketua/kepala atau dengan sebutan lain Rp 9.692.000
b. Wakil Ketua/wakil kepala atau dengan sebutan lain Rp 8.793.000
c. Sekretaris atau sebutan lain Rp 7.993.000
d. Anggota Rp 7.993.000
2. Pegawai nonpegawai aparatur sipil negara pada lembaga nonstruktural dan pejabat yang hak keuangan dan hak administrasinya disetarakan atau setingkat dengan eselon/pejabat:
a. Eselon 1/pejabat pimpinan tinggi utama/pejabat pimpinan tinggi madya Rp 9.592.000
b. Eselon II/Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama Rp. 7.342.000
c. Eselon III/Pejabat Administrator Rp 5.352.000
d. Eselon IV/Jabatan Pengawas Rp 5.242.000
3. Pegawai Non-pegawai aparatur sipil negara yang bertugas pada instansi pemerintah termasuk pada lembaga nonstruktural dan perguruan tinggi negeri baru berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2016 sebagai pejabat pelaksana dengan jenjang pendidikan:
a. Pendidikan SD/SMP/sederajat
-Masa kerja hingga 10 tahun Rp 2.235.000
-Masa kerja di atas 10 tahun hingga 20 tahun Rp 2.569.000
-Masa kerja di atas 20 tahun Rp 2.971.000
b. Pendidikan SMA/D1/sederajat
-Masa kerja hingga 10 tahun Rp 2.734.000
-Masa kerja di atas 10 tahun hingga 20 tahun Rp 3.154.000
-Masa kerja di atas 20 tahun Rp 3.738.000
c. Pendidikan DII/DIII/sederajat
-Masa kerja hingga 10 tahun Rp 2.963.000
-Masa kerja di atas 10 tahun hingga 20 tahun Rp 3.411.000
-Masa kerja di atas 20 tahun Rp 4.046.000
d. Pendidikan S1/DIV/sederajat
-Masa kerja hingga 10 tahun Rp 3.489.000
-Masa kerja di atas 10 tahun hingga 20 tahun Rp 4.043.000
-Masa kerja di atas 20 tahun Rp 4.765.000
e. Pendidikan S2/S3/sederajat
-Masa kerja hingga 10 tahun Rp 3.713.000
-Masa kerja di atas 10 tahun hingga 20 tahun Rp 4.306.000
-Masa kerja di atas 20 tahun Rp 5.110.000