Sri Mulyani: Investasi Infrastruktur Jadi Kunci Pemulihan Ekonomi

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/ama.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menekankan, pembangunan infrastruktur harus dioptimalkan untuk menciptakan pemulihan yang hijau, tangguh, dan inklusif.
4/6/2021, 17.05 WIB

Sektor infrastruktur mampu menyerap tenaga kerja lebih besar dan menciptakan pemulihan ekonomi yang lebih kokoh. Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai investasi di di sektor tersebutmenjadi kunci pemulihan ekonomi global.

"2021 adalah tahun yang kritis dalam melanjutkan pekerjaan global kita untuk menjaga pemulihan ekonomi global menuju pertumbuhan yang kuat, seimbang, dan inklusif," ujar Sri Mulyani dalam dialog investor infrastruktur G-20 yang dikutip berdasarkan siaran pers, Jumat (4/6).

Sri Mulyani mengatakan pembangunan infrastruktur harus dioptimalkan untuk menciptakan pemulihan yang hijau, tangguh, dan inklusif. Infrastruktur mampu menjadi dasar yang kokoh bagi pertumbuhan yang kuat dan berkelanjutan.

Namun, menurut dia, banyak negara dan yurisdiksi memiliki ruang fiskal yang lebih sedikit akibat pandemi Covid-19. "Sehingga penting untuk mengeksplorasi sumber pendanaan alternatif untuk infrastruktur," katanya.

Untuk itu, Sri Mulyani menekankan dialog antara investor publik dan swasta untuk memobilisasi pendanaan infrastruktur harus terus dilanjutkan. Hal tersebut dilakukan untuk menjembatani kesenjangan investasi infrastruktur.

Pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 184,46 triliun untuk pembiayaan investasi pada 2021 untuk enam program. Alokasi terbesar diberikan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia di bidang pendidikan.

Keenam program yang dimaksud yakni alokasi peningkatan kualitas SDM Rp 66,4 triliun, akselerasi pembangunan infrastruktur Rp 26,27 triliun, dan mendorong program ekspor nasional Rp 5 triliun. Lalu, penguatan kelembagaan dan dukungan pembiayaan bagi UMKM Rp 40,78 triliun, peran serta Indonesia di kancah internasional Rp 2,92 triliun, serta mendukung pemulihan ekonomi nasional sebesar Rp 43 triliun.

Pemerintah tetap mendorong pembangunan infrastruktur melalui BUMN di tengah pandemi Covid-19. Hal ini turut berdampak pada total utang perusahaan pelat merah dalam sembilan bulan pertama 2020  yang naik Rp 298 triliun dibandingkan akhir 2019 menjadi Rp 1.682 triliun.

Mengacu data Kementerian BUMN, total utang di sektor infrastruktur mencapai Rp 270,5 triliun dalam sembilan bulan pertama 2020. Angka tersebut naik dari Rp 237,5 triliun pada 2019 lalu.

Berdasarkan laporan keuangan masing-masing perusahaan infrastruktur BUMN yang melantai di Bursa Efek Indonesia, total kewajiban PT Adhi Karya Tbk (ADHI) naik paling besar yaitu 7,7% menjadi Rp 31,96 triliun per September 2020. Mayoritas, merupakan liabilitas jangka pendek senilai Rp 26,56 triliun, naik 8,46%.

Liabilitas yang meningkat, juga terjadi pada PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) sebesar 5,51% menjadi Rp 45,26 triliun per September 2020. Seperti Adhi Karya, liabilitas jangka pendek mendominasi, senilai Rp 40,18 triliun, naik hingga 32,4%. Meski begitu, total liabilitas PT PP Tbk (PTPP) mengalami penurunan sebesar 2,72% menjadi Rp 39,76 triliun pada kuartal III 2020. Penurunan disebabkan liabilitas jangka panjang yang turun 19,14% menjadi Rp 9,17 triliun. Meski mayoritas dari liabilitas jangka pendek Rp 30,58 triliun atau naik 3,59%.

Sementara, total liabilitas PT Waskita Karya Tbk (WSKT) per September 2020, nilainya Rp 91,86 triliun, turun 1,72% dari posisi akhir 2019. Penurunan terjadi pada liabilitas jangka pendek 13,84% menjadi Rp 38,79 triliun. Liabilitas perusahaan mayoritas ada di jangka panjang senilai Rp 53,06 triliun, naik hingga 9,54%.


Reporter: Agatha Olivia Victoria