Bank Indonesia melaporkan posisi cadangan devisa Indonesia Mei 2021 sebesar US$ 136,4 miliar, turun dari US$ 138,8 miliar. Penurunan ini antara lain dipengaruhi transaksi pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan, posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 9,5 bulan impor atau 9,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
"Cadangan devisa itu juga berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor," ujar Erwin dalam keterangan resminya, Jakarta, Selasa (8/6).
Bank sentral menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Ke depan, BI memandang cadangan devisa tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga. Langkah tersebut juga seiring dengan berbagai respons kebijakan dalam mendorong pemulihan ekonomi.
Utang pemerintah terus meningkat di tengah pandemi. Kementerian Keuangan mencatat, posisi utang pemerintah per akhir April 2021 mencapai Rp 6.527,29 triliun tau melonjak 26% dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp 5.172,48 triliun.
Adapun rasio utang pemerintah pun mencapai 41,18% terhadap Produk Domestik Bruto. "Peningkatan secara nominal disebabkan kondisi ekonomi Indonesia yang masih berada dalam fase pemulihan akibat perlambatan ekonomi di masa pandemi Covid-19," demikian tertulis dalam buku APBN KiTa edisi Mei 2021 yang dirilis akhir Mei 2021.
Berdasarkan buku APBN Kita, komposisi utang pemerintah per April 2021 masih didominasi surat berharga negara (SBN) dengan porsi 86,74% atau senilai Rp 5.661,54 triliun. Secara perinci, SBN diterbitkan di dalam negeri Rp 4.932,96 triliun berupa surat utang negara (SUN) Rp 3.577,61 triliun dan surat berharga syariah negara (SBSN) Rp 815,35 triliun. Kemudian, terdapat pula SBN valas Rp 1.268,58 triliun yang meliputi SUN Rp 1.023,6 triliun dan SBSN Rp 244,98 triliun.
Selain SBN, utang pemerintah berbentuk pinjaman Rp 865,74 triliun. Realisasi tersebut terdiri dari pinjaman dalam negeri Rp 12,32 triliun dan luar negeri Rp 853,42 triliun. Pinjaman luar negeri berasal dari bilateral Rp 328,59 triliun, multilateral Rp 489,81 triliun, dan bank komersial Rp 44,02 triliun.
Selama 2021 saja, realisasi pembiayaan utang per akhir April telah mencapai Rp 410,09 triliun. Pada bulan keempat tahun ini, terdapat satu pinjaman baru yang ditandatangani pemerintah, yaitu pinjaman bilateral dengan Economic Development Cooperation Fund (EDCF) untuk kegiatan The Development and Improvement of Indonesian Aids to Navigation, dengan Direktorat Kenavigasian Kementerian Perhubungan yang bertindak sebagai executing agency.
Pinjaman tersebut akan dimanfaatkan untuk meningkatkan keselamatan navigasi di perairan melalui peningkatan keandalan dan teknologi pada delapan menara suar dan 95 rambu suar di 20 distrik navigasi di Indonesia.
Selain itu, pemerintah menandatangani perjanjian debt swap dengan Jerman melalui program The Debt2Health agreement yang bernilai € 50 juta dari utang Indonesia kepada Jerman. Adapun hasil dari program tersebut akan digunakan untuk mendukung perluasan respons tuberkulosis di Indonesia. Ini termasuk layanan dan pengobatan tuberkulosis yang resistan terhadap berbagai obat, identifikasi kasus berbasis komunitas, dan tindak lanjut pengobatan.