Utang Bertambah, Cadangan Devisa Kembali ke Rekor Tertinggi
Bank Indonesia mencatat cadangan devisa Indonesia sebesar US$ 138,8 miliar pada akhir April 2021. Angka ini kembali ke rekor tertinggi sepanjang sejarah, setelah sempat turun US$ 137,1 miliar pada bulan sebelumnya.
Rekor tertinggi US$ 138,8 miliar ini pertama kali tercatat pada Februari 2021. Penyebab tercapainya rekor cadangan devisa dipengaruhi oleh penerimaan pajak dan jasa serta penarikan pinjaman luar negeri pemerintah.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menyebutkan posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 10 bulan impor atau 9,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. "Angka tersebut juga berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor," kata Erwin dalam keterangan resminya, Jakarta, Jumat (7/5).
Cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Ke depan, bank sentral memandang cadangan devisa tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga, seiring dengan berbagai respons kebijakan dalam mendorong pemulihan ekonomi.
Penyumbang cadangan devisa ini berasal dari pendapatan negara yang naik tipis 0,6% dari Rp 376,4 triliun pada Maret 2020 menjadi Rp 378,8 triliun pada Maret 2021. Realisasi tersebut terdiri dari penerimaan pajak yang turun 5,6% menjadi Rp 228,1 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) turun 8,4% menjadi Rp 88,1 triliun, dan penerimaan hibah terkontraksi 0,6% menjadi Rp 300 miliar. Hanya pendapatan kepabeanan dan cukai yang melonjak 62,7% menjadi Rp 62,3 triliun.
Perlambatan penerimaan pajak disebabkan peningkatan restitusi, serta adanya penerimaan tahun 2020 yang tidak berulang pada tahun 2021. Namun secara umum kinerja penerimaan pajak masih melanjutkan tren membaik sejalan dengan semakin pulihnya konsumsi masyarakat.
Adapun penerimaan pajak terdiri dari realisasi pajak penghasilan (PPh) Rp 128,63 triliun, turun 12,98%, pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) Rp 96,89 triliun, naik 5,35%, dan pajak bumi dan bangunan (PBB) & pajak lainnya Rp 2,61 triliun, melesat 42,91%.
Selain penerimaan negara, cadangan devisa disumbang utang pemerintah per akhir Maret 2021 mencapai Rp 6.445,07 triliun. Hingga saat ini rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto mencapai 41,64%.
Realisasi utang pemerintah melonjak 24,12% atau bertambah Rp 1,252,51 triliun jika dibandingkan Maret 2020 yang sebesar Rp 5.192,56 triliun. "Peningkatan disebabkan kondisi ekonomi Indonesia yang masih berada dalam fase pemulihan akibat penurunan ekonomi yang terjadi di masa pandemi Covid-19," bunyi laporan APBN KiTa edisi April 2021 yang dirilis Senin (26/4).
Utang pemerintah didominasi surat berharga negara (SBN) dengan porsi 86,63% atau Rp 5.583,16 triliun. Secara perinci, SBN terdiri dari domestik Rp 4.311,57 triliun dan valas Rp 1.271,59 triliun.
SBN domestik meliputi surat utang negara (SUN) Rp 3.510,47 triliun dan surat berharga syariah negara (SBSN) Rp 801,1 triliun. Sementara SBN valas berbentuk surat utang Rp 1.024,59 triliun dan SBSN Rp 247 triliun.
Sedangkan utang dalam bentuk pinjaman tercatat Rp 861,91 triliun atau 13,37%. Pinjaman berasal dari dalam negeri Rp 12,52 triliun dan luar negeri Rp 849,38 triliun. Lebih rinci, pinjaman luar negeri meliputi bilateral Rp 323,144 triliun, multilateral Rp 482,02 triliun, dan bank komersial Rp 44,23 triliun.