Tumbuh 11,4%, Uang Beredar Tembus Rp 7.000 Triliun di Juni

Muhammad Zaenuddin|Katadata
Pengguna jasa reparasi seluler genggam menghitung uang usai mereparasi seluler genggam miliknya di bawah Jembatan Penyebrangan Orang (JPO) menawarkan jasa reparasi dan tukar tambah seluler genggam di Pusat Grosir Cililitan (PGC), Cililitan, Jakarta Timur, Selasa, (13/7/2021). Uang beredar tembus Rp 7.119,6 triliun di Juni.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Maesaroh
23/7/2021, 14.31 WIB

Bank Indonesia mencatat uang beredar dalam arti luas (M2) pada Juni 2021 tumbuh 11,4% secara tahunan (year on year), lebih tinggi dibandingkan yang dilaporkan pada Mei sebesar 8,1% (year on year).

Posisi M2 pada Juni tercatat sebesar Rp 7.119,6 triliun, lebih tinggi dibandingkan pada Mei sebesar Rp 6.994,9 triliun.  Kenaikan ini didorong baik oleh uang beredar sempit (M1) dan uang kuasi. 

Komponen M1 tumbuh 17,0% (year on year), lebih tinggi dibandingkan yang tercatat pada Mei sebesar 12,6% (year on year). Sementara itu, uang kuasi tumbuh sebesar 9,6% (year on year), lebih kecil dibandingkan pertumbuhan Mei sebesar 6,8% (year on year).

M1 merujuk pada uang kartal yang dipegang masyarakat dan uang giral dalam bentuk giro berdenominasi rupiah. Sementara itu uang kuasi meliputi tabungan, simpanan berjangka dalam rupiah dan valas, serta giro dalam valuta asing serta surat berharga yang diterbitkan oleh sistem moneter yang dimiliki sektor swasta domestik dengan sisa jangka waktu sampai dengan satu tahun.

 Sementara itu, Bank Indonesia juga melaporkan perbaikan pada nilai transaksi ekonomi dan keuangan digital sepanjang semester I 2021 seiring meningkatnya minat masyarakat berbelanja daring. Nilai transaksi uang elektronik mencapai Rp 132,03 triliun atau tumbuh 41,01% dibanding semester I 2020. Nilainya diperkirakan masih akan naik dua kali lipat hingga akhir tahun menjadi Rp 278 triliun atau tumbuh 35,7% secara tahunan.

"Transaksi ekonomi dan keuangan digital tumbuh tinggi seiring meningkatnya akseptasi dan preferensi masyarakat untuk berbelanja daring, perluasan dan kemudahan sistem pembayaran digital, serta akselerasi digital banking." kata Gubernur BI Perry Wajiyo dalam konferensi persnya, Kamis, (22/7).

Pertumbuhan juga terjadi pada transaksi e-commerce, nilainya dilaporkan mencapai Rp 186,75 triliun atau naik 63,36% dibandingkan periode Januari-Juni tahun lalu. Sementara prakiraan untuk transaksi e-commerce sepanjang 2021 akan bernilai Rp 395 triliun atau tumbuh 48,4% dibanding tahun 2020.

BI juga melaporkan kenaikan pada nilai transaksi perbankan digital yang mencapai Rp 17.901,76 triliun atau naik 39,39% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Proyeksi untuk keseluruhan tahun transaksinya diperkirakan akan mencapai Rp 35.600 triliun atau naik 30,1% dibandingkan pencapaian tahun 2020.

Perry mengatakan bank sentral masih akan terus mendorong percepatan digitalisasi perekonomian termasuk memperluas penggunaan merchant QR Code Indonesian Standard (QRIS), 

Pemerintah menargetkan implementasi QRIS hingga akhir tahun ini bisa mencapai 12 juta merchant, dan hingga pertengahan Juli realisasinya sudah mencapai 7,7 juta merchant. Pengetatan mobilitas lewat PPKM Darurat rupanya membantu akselerasi penggunaan QRIS, terpantau terjadi kenaikan volume transaksi menggunakan QRIS sebesar 7,63% sebanyak 8 juta transaksi, sementara nilai transaksinya sebesar Rp 727,2 miliar meningkat sekitar 32,5% dari minggu sebelum penerapan PPKM.

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi sebelumnya juga memperkirakan nilai transaksi ekonomi digital Indonesia tahun 2030 akan mencapai Rp 4.531 triliun. Nilai tersebut akan menyumbang 55% terhadap produk domestik bruto (PDB) digital ASEAN. "Pertumbuhan ekonomi digital akan tumbuh 8 kali lipat dari Rp 632 triliun menjadi Rp 4.531 triliun," kata Lutfi usai rapat terbatas di Kantor Presiden, Kamis (10/6).

Tren e-commerce kata Lutfi akan mendominasi pertumbuhan ekonomi digital, nilai transaksinya pada tahun 2030 akan mencapai Rp 1.900 triliun atau setara 34% terhadap total ekonomi digital Indonesia pada 2030. Selain itu, business to business diproyeksi akan menyumbang 13% atau Rp 763 triliun.

Sumbangan sektor kesehatan di ekonomi digital mencapai 8% atau Rp 471,6 triliun, dan sektor online travel diperkirakan mencapai Rp 575 triliun. Kemudian, sektor ride hailing seperti Gojek dan Grab akan berperan sebesar Rp 401 Ttriliun pada 2030. 

Reporter: Abdul Azis Said