Paylater di E-Commerce Makin Diminati, Akan Gantikan COD?
Riset Katadata Insight Center (KIC) dan Kredivo menunjukkan, 27% dari 3.560 responden berbelanja di e-commerce dengan cara mencicil atau paylater selama tahun lalu. Ini menjadi salah satu opsi pembayaran selain cash on delivery (COD) atau bayar di tempat maupun teknologi finansial (fintech).
Direktur Riset KIC Mulya Amri mencatat, dompet digital (e-wallet) masih menjadi pilihan utama pembayaran di e-commerce selama setahun terakhir. Namun jumlah pengguna paylater di marketplace mulai meningkat.
“Lebih dari 50% pengguna baru menggunakan paylater di e-commerce setahun terakhir atau saat pandemi corona,” kata Mulya saat konferensi pers virtual, Rabu (9/6). Secara rinci dapat dilihat pada Bagan di bawah ini:
Hasil riset tersebut berdasarkan survei online terhadap 3.560 responden selama 26-30 Maret. Sebanyak 64% di antaranya merupakan perempuan.
Dari sisi usia, 68% merupakan milenial atau 23-38 tahun. Sedangkan generasi Z (13-22 tahun) 16%, X (39-54 tahun) 15%, dan baby boomer (55-70 tahun) 1%.
Sebanyak 36% memiliki pengeluaran Rp 2 juta sampai Rp 4 juta. Lalu 30% kurang dari Rp 2 juta, 21% lebih dari Rp 6 juta, dan 13% Rp 4 juta hingga Rp 6 juta.
Dari riset tersebut, mayoritas responden menilai bahwa paylater merupakan alternatif kredit, namun dengan proses yang mudah. Rincian alasan pengguna menggunakan paylater sebagai berikut:
Namun General Manager Kredivo Lily Suriani menilai bahwa paylater menjadi salah satu opsi pembayaran, ketimbang menggantikan COD. “Paylater membantu konsumen membeli barang dan membayarnya kemudian hari. Tidak menggantikan COD, tetapi menjadi fleksibilitas opsi pembayaran,” ujar dia.
Di satu sisi, COD menjadi perbincangan warganet di media sosial akhir-akhir ini. Itu karena beberapa pembeli komplain ke kurir karena barang yang dibeli di e-commerce dengan cara COD, tidak sesuai.
Ada yang memaki dengan kata-kata kasar. Bahkan ada yang mengancam dengan menggunakan senjata tajam.
Ketua Umum Asperindo M Feriadi prihatin atas kejadian-kejadian itu. Ia menjelaskan bahwa COD merupakan bentuk kesepakatan antara penjual dan pembeli, sementara kurir tidak berkaitan.
“Tugas kurir hanya mengantarkan barang. Sederhananya, ada uang ada barang. Kalau ada hal yang tidak sesuai, seharusnya dikomunikasikan dengan penjual. Sebab, barang menjadi tanggung jawabnya penjual,” kata Feriadi kepada Katadata.co.id, akhir bulan lalu (31/5).
Meski begitu, secara umum ia menilai bahwa COD dibutuhkan karena masih banyak masyarakat yang belum memiliki akses ke layanan keuangan seperti fintech maupun bank. Ia pun mencatat, 30%-40% pengiriman barang di e-commerce menggunakan metode COD.